hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza

Budi Daya Jambu Kristal dari Milenial Kota Batu

BATU—-Kota Batu, di Jawa Timur tak jauh dari Malang tidak lagi dikenal sebagai penghasil apel. Sekarang terdapat beberapa komoditas pertanian baru, di antara jambu biji kristal.

Keberadaan lahan jambu biji kristal di Desa Bumiaji ini berkat kerja keras seorang milenial bernama Rakhmad Hardiyanto (35).  Nekad meninggalkan bangku kuliah di Jurusan Teknik Mesin, Universitas Brawijaya, Malang,  dia memulai agribisnis komoditas itu dengan 60 pohon pada 2012 dengan menggunakan lahan milik mertuanya.

Kini dia sudah mempunyai delapan ribu ribu pohon  dengan lahan setengah hektare menjadi rimbun. Tempatnya kerap didatangi pengunjung. Jambu kristal hasil budi dayanya tekstur renyah, bijinya hanya lima persen, sepintas mirip buah pir.

 “Di Jakarta harganya Rp35.000 per kilogram (kg), sedangkan di sini banyak dan rasanya lebih enak. Saya menjual dengan Rp12.500 per kilogram,” ujar pemuda yang disapa Hardi ini dalam keterangan tertulisnya, Jumat (12/3/21).

Sejak 2013,  pohon induk milik Hardi mendapatkan sertifikat dari Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura Jawa Timur.

Sertifikasi juga diberikan kepada benih turunannya (cangkok) yang dibagikan kepada para petani mitra. Bagi Hardi, sertifikasi sangat penting untuk menjaga keaslian genetika. Sebab, berbicara kualitas buah tidak bisa dipisahkan dari genetika.

Hardi juga mempelajari semua hal, mulai dari product, price, promotion, dan place (4P), termasuk memetakan pangsa pasar dan siapa konsumen yang bakal disasar. Pendekatan yang dilakukan Hardi bukan sekadar pertanian, tapi agribisnis dan enterpreneur di bidang pertanian.

Pembagian karyawan sesuai bidangnya masing-masing, mulai dari digital marketing, kontrol kualitas hingga bagian distribusi. Mereka yang masih suka bertani dan bersentuhan langsung dengan lapangan juga diberi kesempatan. Artinya bagaimana aspek profesionalitas, bagaimana manajerial juga kita bangun. Jadi tidak sekedar bertani biasa.

Hardi  menggunakan cara daring memperluas pasar hingga luar daerah seperti Jakarta, Surabaya, Bali hingga Malaysia. Hardi sadar bahwa  hasil bumi petani sulit masuk ke ritel modern, karena mereka tidak punya manajemen.

“Esensi pertanian modern tidak hanya mencangkul di lahan tetapi juga mencangkul digital. Sasaran dan apa yang dilakukannya jelas,” kata suami dari Reisha Zuhriana.

Sejak sembilan tahun silam Hardi telah menyasar pasar ritel di Malang dan Surabaya. Ia juga melayani konsumen yang ingin mendapatkan buah jambu kristal secara daring. Hardi bersama 37 petani mitra binaan (plasma) menghasilkan sekitar satu ton  per minggu. 

“Saya tidak mematok produksi harian yang tinggi, karena kami lebih berbicara soal kualitas, cukup 150 kilogram perhari,” ucapnya.

Meski di pasaran saat ini harga jambu kristal bervariasi, ada yang menjual dengan harga lebih murah, Hardi tetap bersikukuh menjual jambu dengan Grade A harga Rp15.000/kg, grade B Rp12.500/kg dan grade C Rp10.000/kg.

Selain memproduksi, Hardi juga mengajak petani berpikir bagaimana harga buah tidak anjlok saat panen raya. Karena itulah dirinya melalukan pola kemitraan dengan petani supaya setiap bulan pasokan jambu kristal untuk pasar terus terjaga. Dalam satu minggu minimal harus ada lima petani binaan mampu panen, sehingga dalam satu tahun kalender panen terisi terus dan tidak kosong.

“Itulah yang saya terapkan bersama tim untuk menjaga ketersediaan stok. Itu semua ada SOP-nya dan bisa diatur,” imbuh ayah dari Aqila Anindya Tasya dan Arsyila Amelia Rasya. Saat ini ada sekitar 8.000 pohon jambu kristal milik Hardi dan petani yang menjadi plasma. 

Pria kelahiran Malang 29 September 1984 ini dengan bendera UB Bumi Aji  juga mengembangkan wisata petik jambu kristal di lahan miliknya.

pasang iklan di sini