Jakarta (Peluang) : Tren inflasi Desember terus meningkat dari tahun ke tahun, yang disebabkan faktor musiman dan meningkatnya permintaan pasokan pangan.
Badan Pusat Statistik (BPS) mengingatkan para kepala daerah untuk menyiapkan antisipasi terhadap potensi lonjakan inflasi pada Desember 2022.
Kepala BPS, Margo Yuwono mengatakan,
kenaikan inflasi di akhir tahun biasanya terjadi karena faktor musiman. Namun melihat tren sejak tahun 2019, inflasi Desember terus meningkat dari tahun ke tahun.
Salah satu alasannya adalah perayaan hari libur Natal dan tahun baru hingga menyebabkan permintaan (demand) lebih tinggi ketimbang supply yang ada.
“Perlu waspada di Desember 2022 ini sebagai tren data mengenai kondisi Desember. Penyebab inflasi karena faktor musiman, dan juga adanya peningkatan permintaan pada Natal dan Tahun Baru serta bencana alam di sentra produksi yang dapat menganggu pasokan komoditas sehingga menambah beban tekanan inflasi akhir tahun,” ujar Margo dalam Rakor Pengendalian Inflasi dan Percepatan Realisasi Belanja Daerah, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) di Jakarta, Senin (5/12/2022).
Secara rinci, Margo menjelaskan BPS mencatat, laju inflasi pada Desember 2019 sebesar 0,34 persen secara bulanan atau month to month (mtm). Memasuki Desember 2020, angka inflasi meningkat menjadi 0,45 persen mtm. Adapun pada Desember 2021, inflasi kembali naik menjadi 0,57 persen.
Menurutnya, kenaikan inflasi akhir tahun mayoritas disebabkan oleh inflasi komoditas pangan pokok, seperti daging dan telur ayam ras, bawang merah, cabai hingga minyak goreng. Selain itu, tarif angkutan juga turut menyumbang inflasi di akhir tahun.
Dengan tren serupa tiga tahun berturut, menurut Margi, pemerintah daerah bisa mencegah inflasi musiman ini dengan persiapan stok bahan pangan yang lebih banyak. Pasalnya, permintaan di akhir tahun pasti meroket.
“Tren inflasi akhir tahun makin meningkat. Pada Desember 2022 ini, kalau melihat tren ,tentu kita harus bisa cegah dari sekarang. Bagaimana menyiapkan suplai karena permintaan dipastikan tinggi,” imbuhnya.
Margo mengingatkan pemerintah pusat dan daerah harus bersama-sama dalam menjaga inflasi agar tidak terlalu tinggi.
Sebagai catatan BPS, laju inflasi tahunan hingga November 2022 mencapai 5,42 persen year on year (yoy) atau 0,09 persen mtm. Margo menambahkan, faktor global dan domestik berpengaruh terhadap laju inflasi hingga November lalu.
Pada faktor global, disrupsi rantai pasok global akibat perang Rusia-Ukraina mendorong inflasi dalam negeri melalui kenaikan harga komoditas energi dan pangan yang diimpor.
Sementara pada faktor domestik, penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) sejak awal September 2022 menambah tekanan inflasi. Telah naik akibat gangguan suplai komoditas pangan bergejolak imbas cuaca buruk.
Selain itu, Margo juga mengungkapkan tiga alasan utama Indonesia mengalami inflasi. Salah satunya adalah imported inflation atau inflasi dari komoditas impor.
Karena menurutnya, tidak bisa dipungkiri sebagian besar komoditas yang beredar adalah produk yang bergantung pada perkembangan global.
“Jadi inflasi yang disebabkan karena gangguan suplai, di mana produksinya tidak bisa kita persiapkan di dalam negeri. Jadi itu sangat tergantung kepada perkembangan harga global,” tandasnya.