
Peluang News, Jakarta – Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI menemukan peredaran obat dan makanan tak layak edar di e-commerce selama 2023 sebanyak 347 ribu. Untuk itu BPOM meminta ke Kominfo dan idEA untuk di-takedown.
Plt. Kepala BPOM Lucia Rizka Andalusia menyebutkan temuan tersebut merupakan hasil dari intensifikasi pengawasan obat dan pangan yang dilaksanakan secara rutin lewat metode daring melalui patroli siber. Obat ilegal masih menjadi produk yang tertinggi disalahgunakan pada aktivitas penjualan daring.
“Hasil pengawasan obat dan makanan ilegal secara daring melalui patroli fiber dilakukan secara rutin untuk semua komoditas yang dilakukan pengawasan oleh BPOM. Temuan yang paling banyak adalah obat diikuti dengan produk obat tradisional dan suplemen kesehatan, kosmetik serta pangan olahan,” ujarnya dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi IX DPR RI dengan Kepala BPOM di Jakarta, kemarin, yang dikutip Jumat (29/3/2024)
Hasil temuan penjualan produk ilegal yang beredar di e-commerce, jelas Lucia, telah mengalami jumlah penurunan dari tahun 2022 hingga 2023. Seiring adanya sanksi yang telah diberlakukan oleh BPOM melalui pemblokiran toko atau negative list melalui kerja sama dengan asosiasi e-commerce dan pelaku industri farmasi.
“Tautan yang takedown dari tahun ke tahun berdasarkan jenis komoditasnya melalui patroli cyber terhadap produk obat ilegal terjadi penurunan. Hal ini disebabkan karena BPOM melakukan upaya pemblokiran atau negatif list bagi produk ilegal melalui kolaborasi dengan e-commerce sebagai penindakan pengawasan sehingga produsen tersebut tidak bisa masuk lagi (ke e-commerce),” jelasnya
BPOM, jelasnya, bersikap agile terhadap dinamika peredaran obat dan makanan secara daring yang terus tumbuh ini. Salah satunya dengan menjadikan Peraturan BPOM Nomor 8 Tahun 2020 tentang Pengawasan Obat dan Makanan yang Diedarkan secara Daring sebagaimana telah diubah dengan Peraturan BPOM Nomor 32 Tahun 2020 sebagai rujukan pengawasan.
“Pengawasan harus diperkuat dengan regulasi dan tata kelola kawasan obat yang baik dan melalui regulasi ini bisa dipatuhi oleh pelaku usaha. Selain itu, melalui adanya implementasi pencantuman Nomor Izin Edar (NIE) bagi produsen di e-commerce serta penetapan target pengawasan iklan sesuai resiko dan peningkatan proporsi sampling online diharapkan bisa meminimalisir potensi kejahatan,” jelasnya.
Lucia menyampaikan bahwa penguatan infrastruktur dibutuhkan dalam pengawasan peredaran obat dan makanan secara daring baik yang berkaitan dengan peralatan-peralatan untuk melakukan pengawasan obat dan makanan secara daring maupun sistem.
“Saat ini ada pengembangan dan penguatan data crawler yang dapat melakukan searching terhadap obat dan makanan tersebut berdasarkan keyword yang sudah diarahkan, hal ini akan menghasilkan data-data yang akan dianalisis untuk pengawasan yang lebih lanjut. Selain itu ada penguatan mesin learning atau otomatisasi dengan teknik OSINT atau Open Source Intelligence serta laboratorium forensik digital,” ungkapnya.
Pengawasan secara daring juga dilakukan melalui pemberdayaan masyarakat dengan memberi edukasi dan sosialisasi terkait produk obat dan makanan ilegal yang ada di e-commerce. Kegiatan ini dijalankan oleh berbagai kader BPOM yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. (Aji)