
PeluangNews, Jakarta – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkap bahwa penyaluran elpiji 3 Kg yang masih belum tepat sasaran.
Akibatnya dana subsidi sebesar Rp33,84 triliun dinilai bocor alias dinikmati masyarakat mampu. Temuan ini termaktub dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I-2025.
Dalam laporan tersebut, BPK menyebutkan bahwa PT Pertamina Patra Niaga (PPN) belum menetapkan kriteria konsumen pengguna gas melon subsidi.
Dengan demikian, pengendalian dan pengawasan atas elpiji 3 Kg belum dapat dilakukan secara optimal.
Seluruh golongan masyarakat, termasuk yang tergolong dalam Non-Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) maupun Non-Penyasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE), dapat melakukan transaksi pembelian elpiji tabung 3 Kg melalui aplikasi Merchant Apps Pangkalan (MAP).
Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa selama 2024 terdapat penyaluran elpiji tabung 3 Kg kepada masyarakat Non-DTKS sebanyak 1.107.182.088 (Rp1,11 miliar) tabung atau 3.321.546.264 (Rp3,32 miliar) Kg dengan nilai subsidi sebesar Rp33,84 triliun (termasuk pajak). Demikian tulis BPK dalam IHPS I-2025 dikutip Rabu (10/12/2025).
Akibatnya, lanjut BPK, volume penyaluran elpiji 3 Kg kepada konsumen Non-DTKS dengan nilai subsidi sebesar Rp33,84 triliun kurang memberikan hasil yang optimal untuk mencapai tujuan pengentasan kemiskinan dan membantu masyarakat yang berhak menerimanya.
BPK pun merekomendasikan direktur utama PT PPN agar berkoordinasi dengan pemerintah c.q. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Para pemangku kepentingan itu, menurut BPK, harus segera menetapkan kebijakan yang menjamin pengendalian dan ketepatan sasaran penyaluran LPG 3 kg melalui penggunaan basis data kependudukan yang dapat memenuhi kriteria penerima subsidi.
Selain elpiji 3 Kg, BPK juga menemukan bahwa penyaluran Solar subsidi oleh PPN belum tepat sasaran selama 2024.
BPK menjelaskan, pemerintah dan PPN belum melakukan integrasi data kendaraan dalam digitalisasi stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) untuk penyaluran jenis bahan bakar minyak tertentu (JBT) Solar.
Permasalahan yang terjadi, menurut BPK, yaitu kesalahan data spesifikasi kendaraan dan warna Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB) dalam digitalisasi SPBU yang tidak sama dengan data Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (Samsat).
Hal ini mengakibatkan penyaluran JBT Solar/Biosolar berpotensi tidak tepat sasaran. Ini terdiri atas penyaluran kepada 502.927 kendaraan roda 4 yang melebihi batas maksimal volume 60 liter dan 80 liter per kendaraan/hari sebanyak 827.728.582 liter dengan nilai subsidi dan kompensasi masing-masing sebesar Rp827,72 miliar dan Rp3,37 triliun.
“Serta penyaluran kepada 596 kendaraan dengan TNKB merah sebesar 1.343.055 liter dengan nilai subsidi dan kompensasi masing-masing sebesar Rp1,34 miliar dan Rp5,53 miliar,” papar BPK.
Selanjutnya BPK merekomendasikan direktur utama PPN agar berkoordinasi dengan pemerintah c.q. Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas). []







