Pak UTB yang saya hormati, saya pernah mendengar ceramah dari pejabat dari Kementerian Koperasi dan UKM bahwa koperasi dibolehkan melakukan bisnis seperti layaknya yang dilakukan persero maupun BUMN, kecuali bisnis asuransi dan rumah sakit. Apa pertimbangan hukumnya ? Mengapa ada pilih kasih seperti itu, ataukah karena usaha koperasi masih dianggap bisnis kelas kecil saja. Terima kasih atas jawabannya.
Harnaz
Makassar, Sulawesi Selatan.
Sebagai Badan Hukum dan subjek hukum, koperasi dapat melakukan kegiatan usaha di segala bidang kehidupan ekonomi rakyat. Hal ini secara tegas diatur dalam pasal 43 ayat (3) Undang Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Bahkan berdasarkan penjelasan Pasal 43 ayat (1) dinyatakan bahwa koperasi dapat berusaha dari usaha hulu sampai ke hilir, serta berbagai usaha lainnya yang terkait. Ketentuan tersebut seharusnya dipatuhi dan disinkronkan secara horizontal dengan UU sektoral yg mengatur berbagai bidang dan Jenis usaha.
Terkait dengan pengaturan bidang usaha Asuransi dan usaha Rumah Sakit yang anda pertanyakan, dapat kami jelaskan sebagai berikut:
Pertama, mengenai penyelenggara usaha asuransi telah diatur dalam Pasal 6 ayat (1), UU Nomor 40 tahun 2014 tentang Perasuransian bahwa koperasi termasuk badan hukum yang dapat menjadi penyelenggara usaha perasuransian.
Kedua, mengenai persyaratan usaha Rumah sakit, diatur dalam Pasal 7 ayat (2) UU Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit diatur bahwa Rumah Sakit dapat didirikan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, atau Swasta. Kemudian pada Pasal 7 ayat (4) diatur bahwa Rumah Sakit yang didirikan oleh Swasta sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus berbentuk badan hukum yang kegiatan usahanya hanya bergerak di bidang perumahsakitan. Berdasarkan ketentuan ini maka koperasi sebagai Badan Hukum dapat mendirikan Rumah Sakit.
Sinyalemen anda yang menyatakan bahwa ada bidang usaha yang tidak dapat diselenggarakan oleh koperasi dan terkesan pilih kasih, ada benarnya. Hal itu antara lain terjadi dalam usaha perbankan syariah dan Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) yang hanya dapat didirikan dalam bentuk Perseroan Terbatas (PT).
Dalam Pasal 7 UU Nomor 21 tahun 2008 diatur bahwa bentuk badan hukum Bank Syariah adalah Perseroan Terbatas. Ketentuan ini jelas tidak memungkinkan badan hukum koperasi untuk mendirikan Bank Syariah.
Ketentuan Pasal 7 UU tentang Bank Syariah tersebut tidak sinkron dengan ketentuan Pasal 43 ayat (3) UU 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.
Penyebab munculnya regulasi dan kebijakan sektor tertentu yg tidak sinkron dengan Undang Undang Perkoperasian tersebut, mungkin disebabkan karena beberapa faktor, antara lain karena kelemahan petugas pelaksana, terjadinya ego sektoral dan kurangnya partisipasi pemangku kebijakan dalam perumusan regulasi terkait perkoperasian. Menyikapi munculnya regulasi sektoral yang kurang berpihak kepada koperasi, maka diperlukan advokasi dari Kementerian Koperasi UKM sebagai pembina koperasi, untuk mengubah dan memperbaiki regulasi sektoral yang belum berpihak kepada koperasi.
Secara yuridis, jika ada UU sektoral yang melarang koperasi untuk berusaha dalam bidang yang bersangkutan dapat juga digugat ke Mahkamah Konstitusi untuk dibatalkan.
Selamat berjuang.
Salam, UTB.