hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza
Ragam  

Blunder Borders Group Gunakan Daring Amazon

TOKO buku pertama pengecer dibuka di Ann Arbor, Mich., empat dekade lalu. Bersama Barnes & Noble sang pesaing, Borders memelopori bisnis buku megastore. Borders Group merupakan peritel buku dengan 400 jaringan toko,  terbesar kedua di AS setelah Barnes & Noble. Mengawali operasi medio 1990-an dan sempat disebut sebagai pembunuh toko-toko buku di kota kecil.

Borders membangun reputasi dengan menawarkan berbagai macam buku – puluhan ribu judul di satu toko—ketika kebanyakan toko buku mampu menyediakan sebagian kecil dari itu. Borders juga memiliki keunggulan teknis awal: sistem persediaan yang unggul, bahkan dapat memprediksi tren selera. Pertengahan 1990-an, Borders dengan 19.500 karyawan itu melorot.

Memang, Barnes & Noble juga berinvestasi dalam meningkatkan penjualan online-nya. Bahkan mengembangkan e-reader-nya sendiri, Nook. Alih-alih memperluas pabrik fisiknya, memperbarui toko-tokonya, Borders menyerahkan operasi penjualan daringnya ke Amazon. Langkah itu bagaikan menyerahkan kunci kepada pesaing langsung.

Di luar toko buku Borders di Arlington, Virginia, pembeli mengatakan jarang membeli buku dengan cara kuno. “Saya akan pergi ke Borders untuk mencari buku, lalu ke Amazon untuk membelinya,” kata seorang pelanggan. Makin banyak orang membeli buku lewat online, Borders pun kalah. Terakhir kali menghasilkan untung tahun 2006.

Mereka mengajukan perlindungan kebangkrutan. “Saya bisa online, saya bisa pergi ke Barnes & Noble, pergi ke Apple, atau ke Google. Meminjamnya dari teman, atau pergi ke perpustakaan, ” kata Wahlstrom, yang masih membaca buku kertas tetapi juga membaca di iPhone, komputer atau tablet. Kota kecil Amerika akan menderita karena kehilangan toko buku berantai. Sebab, di Borders, orang dapat mengakses variasi sastra, tidak seperti toko buku independen yang lebih kecil.●

pasang iklan di sini