Jakarta (Peluang) : Ini kenaikan kedua sejak suku bunga acuan naik pada Agustus 2022 sebesar 25 bps.
Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga acuan 7 Days Reverse Repo Rate (7DRRR) sebesar 50 basis poin (bps) menjadi 4,25 persen.
“Berdasarkan assessment, dan perkiraan ke depan, rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada tanggal 21-22 September 2022 memutuskan untuk menaikkan BI 7DRRR sebesar 50 bps menjadi 4,25 persen,” kata Gubernur BI, Perry Warjiyo dalam konferensi pers pengumuman RDG BI di Jakarta, Kamis (22/9/2022).
Selain menaikan suku bunga, BI juga mengerek suku bunga deposit facility sebesar 50 bps menjadi 3,50 persen dan suku bunga lending facility sebesar 50 bps menjadi 5 persen.
Sebelumnya, pada Agustus 2022, BI telah menaikkan suku bunga acuannya sebesar 25 bps menjadi 3,75 persen.Berarti, dalam dua bulan BI telah menaikkan 75 Bps untuk mengantisipasi inflasi.
Menurut Perry, keputusan kenaikan suku bunga tersebut sebagai langkah untuk menurunkan ekspektasi inflasi imbas kenaikan bahan bakar minyak (BBM) maupun komoditas energi dunia.
“Keputusan kenaikan tersebut sebagai langkah front loaded, pre-emptive, forward looking, untuk menurunkan ekspektasi inflasi, dan memastikan inflasi inti kembali ke sasaran 3 persen plus minus 1 persen pada semester II 2023,” ungkap Perry.
Selain itu, kenaikan suku bunga juga dilakukan BI untuk memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah agar sejalan dengan nilai fundamentalnya. Akibat tingginya ketidakpastian pasar keuangan global di tengah peningkatan permintaan ekonomi domestik yang kuat.
BI juga perkuat respons bauran kebijakan untuk jaga stabilitas dan momentum pemulihan ekonomi nasional. Diantaranya, memperkuat operasi moneter melalui kenaikan struktur suku bunga di pasar uang sesuai dengan kenaikan suku bunga BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) tersebut untuk menurunkan ekspektasi inflasi dan memastikan inflasi inti kembali ke sasarannya.
Selain itu memperkuat stabilisasi nilai tukar rupiah sebagai bagian untuk pengendalian inflasi dengan intervensi di pasar valas. “Baik baik melalui transaksi spot, DNDF, serta pembelian-penjualan Surat Berharga (SBN) di pasar sekundar,” kata Perry.
Selanjutnya melakukan penjualan dan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder untuk memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah. Melalui kenaikan yield tenor jangka pendek sesuai kenaikan 7DRRR, yield jangka panjang lebih rendah.
Kemudian, memperkuat sinergi antara pusat dan daerah untuk menjaga stabilitas harga dan meningkatkan ketahanan pangan melalui Rapat Koordinasi Tim Pengendalian Inflasi.
Terpenting lagi mempercepat digitalisasi pembayaran di daerah dan mendorong akselerasi pencapaian QRIS 15 juta pengguna dan peningkatan penggunaan BI-Fast dalam pembayaran.
“Dengan pertimbangan tekanan inflasi bersifat jangka pendek, dan akan kembali paruh kedua tahun depan,” pungkasnya.