
PeluangNews, Jakarta – Ketidakpastian global yang masih tinggi membuat investor berbondong-bondong mengalihkan dana mereka ke komoditas emas.
Arus modal global ke aset safe haven juga terus meningkat sejalan dengan tren perlambatan ekonomi dunia.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan hal tersebut dalam konferensi pers rapat dewan gubernur (RDG), September 2025, Rabu (17/9/2025).
“Gejolak pasar yang dipicu kebijakan tarif resiprokal Amerika Serikat dengan Tiongkok, ditambah melemahnya konsumsi di negara-negara maju, mendorong investor mencari instrumen yang lebih aman. Emas kembali menjadi primadona karena dinilai stabil di tengah turbulensi,” kata Perry.
Dikatakan pula, perekonomian dunia masih dalam tren melambat akibat dampak penerapan tarif resiprokal AS dan ketidakpastian yang masih tinggi.
Di sisi lain, lonjakan minat pada emas turut memengaruhi pergerakan pasar keuangan internasional. Modal yang seharusnya mengalir ke pasar saham dan obligasi negara berkembang, kini sebagian tertahan di instrumen logam mulia.
“Aliran modal ke emerging market sedikit tertahan,” ujar Perry.
Meski begitu, BI melihat ke depan volatilitas pasar keuangan global masih terus berlanjut. Sehingga perlu diantisipasi dengan penguatan berbagai respon dan koordinasi kebijakan untuk menjaga ketahanan ekonomi dalam negeri.
Harga emas dunia kembali menunjukkan penguatan signifikan setelah sempat menembus level US $3.700 per troy ounce.
Pengamat mata uang dan komoditas, Ibrahim Assuaibi mengatakan, harga emas diperkirakan masih memiliki potensi menguat dalam pekan ini menuju resisten pertama di level US $3.712.
“Hari ini harga emas sempat tembus level US $3.700, kemudian kembali terkoreksi, tetapi saya melihat bahwa harga emas dunia kemungkinan besar dalam minggu ini akan menuju di level US $3.712,” kata Ibrahim dalam keterangannya, kemarin.
Dia menambahkan jika momentum berlanjut, target berikutnya bisa menembus hingga US $3.760. Di sisi lain, Ibrahim menekankan bahwa level US $3.645 akan menjadi support pertama apabila harga emas terkoreksi.
Dia menambahkan eskalasi konflik di Eropa Timur menjadi salah satu faktor kunci yang mendorong reli harga emas. Dalam dua pekan terakhir, Ukraina meningkatkan serangan sporadis terhadap wilayah Rusia, khususnya dengan menargetkan fasilitas minyak. Langkah tersebut bertujuan melemahkan kemampuan Moskow dalam mendanai perang yang masih berlangsung.
Selain itu, Presiden AS Donald Trump ikut memanaskan situasi dengan mendorong sanksi tingkat kedua terhadap industri minyak Rusia. Negara-negara pembeli utama, seperti India dan Tiongkok, ikut terimbas dengan tarif tambahan hingga 50% pada akhir Agustus lalu.
“Trump juga mendesak negara-negara NATO, Uni Eropa, dan G7 untuk berhenti membeli minyak Rusia. Trump sudah memberikan surat terhadap negara-negara NATO, Uni Eropa, dan G7 secara resmi agar negara-negara itu tidak mengimpor minyak dari Rusia,” katanya, menambahkan. []