Bertahan di Tengah Turbulensi

Di tengah badai perang dagang di pasar global dan perekonomian dalam negeri yang belum baik-baik saja, sektor perbankan nasional masih berhasil membukukan kinerja yang relatif ok pada triwulan pertama 2025.

Hasil Survei Perbankan yang belum lama ini dirilis oleh Bank Indonesia mengindikasikan penyaluran kredit baru pada triwulan I/2025 masih tetap tumbuh positif, meski lebih rendah dibandingkan triwulan IV 2024 sesuai dengan pola historisnya.

Menurut survei tersebut, trend itu tecermin dari nilai Saldo Bersih Tertimbang (SBT) penyaluran kredit baru triwulan I/2025 sebesar 55,07%. Pertumbuhan penyaluran kredit baru tersebut didorong oleh seluruh jenis kredit.

Standar penyaluran kredit pada triwulan I/2025 diindikasikan lebih longgar dibandingkan triwulan IV 2024, tecermin dari Indeks Lending Standard (ILS) negatif sebesar 1,32. Kebijakan penyaluran kredit diindikasikan lebih longgar, antara lain pada aspek agunan.

Bank Sentral mengungkapkan bahwa ke depan, pelonggaran standar penyaluran kredit diprakirakan berlanjut pada triwulan II 2025, dengan ILS negatif sebesar 1,39. Aspek kebijakan penyaluran kredit juga diprakirakan lebih longgar, antara lain berasal dari suku bunga kredit dan persyaratan administrasi.

Bagaimana dampak perang dagang?

Sebagian besar bankir tampaknya optimistis perang dagang global sejauh ini belum berdampak banyak karena mayoritas bank bergantung pada permintaan dan konsumsi domestik. Karena itu, pengaruh perang dagang terhadap kinerja perusahaan maupun ekonomi nasional diperkirakan masih belum banyak berdampak.

Direktur Utama BRI Hery Gunardi optimistis perang dagang yang dipicu oleh kebijakan tarif Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump tidak akan memberikan dampak signifikan terhadap bisnis perseroan.

Menurut dia, perekonomian global pada kuartal I/2025 masih diliputi ketidakpastian, sebagian besar disebabkan oleh ketegangan geopolitik serta dampak lanjutan dari perang tarif.

Nyatanya, saat musim laporan keuangan triwulan I tiba, sebagian besar bank mengumumkan rapor biru untuk kinerjanya.

Mari kita telaah lebih dalam.

Kita mulai dari bank-bank besar.  Persaingan di kelas ini memang ketat. Laba Bank Rakyat Indonesia pada periode ini tertekan kendati angkanya masih termasuk yang paling jumbo. Pada periode ini, Bank Central Asia kembali mengungguli kinerja BRI maupun Bank Mandiri.

Bank dengan kode saham BBCA melaporkan laba bersih konsolidasian senilai Rp14,1 triliun pada kuartal I/2025, tumbuh 9,8% secara tahunan (year on year/YoY).

Pada periode yang sama, BRI membukukan laba bersih konsolidasi sebesar Rp13,8 triliun, sedangkan Bank Mandiri (kode saham: BMRI) melaporkan profit after tax and minority interest (PATMI) senilai Rp13,20 triliun.

PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (kode saham: BBNI) mencatat persentase pertumbuhan laba yang paling tinggi, mencapai 5,33% pada triwulan I/2025 menjadi Rp 5,4 triliun.

Bervariasi

Situasi bervariasi dilaporkan oleh sejumlah bank swasta.  PT Bank CIMB Niaga Tbk. (kode saham: BNGA) membukukan laba bersih konsolidasi sebesar Rp1,8 triliun pada kuartal I/2025, tumbuh 7,36% YoY.

Presiden Direktur CIMB Niaga Lani Darmawan menjelaskan bahwa pertumbuhan laba serta kualitas aset pada awal tahun ini mencerminkan penerapan manajemen risiko yang disiplin, sebagaimana rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) gross yang membaik dari 2,14% menjadi 1,85%.

“Kami terus memperkuat fondasi bisnis melalui pertumbuhan dengan prinsip kehati-hatian dan investasi strategis untuk mendukung penciptaan nilai jangka panjang,” ujarnya keterangan pers yang dirilis baru-baru ini.

Sementara PT Bank Maybank Indonesia Tbk. (kode saham: BNII) membukukan laba bersih konsolidasi yang dapat diatribusikan kepada pemilik sebesar Rp376,25 miliar per kuartal I/2025, melonjak 265,1% YoY.

Menurut Presiden Direktur Maybank Indonesia Steffano Ridwan, pertumbuhan ini tercapai melalui fokus terhadap portofolio pembiayaan ritel, usaha kecil dan menengah, serta pembiayaan korporasi lokal berskala besar.

Bank asal Malaysia ini membukukan penyaluran kredit Rp122 triliun pada kuartal I/2025, relatif stagnan dibandingkan pada kuartal I/2024. Total aset Maybank Indonesia meningkat 6,8% menjadi Rp189,81 triliun. Di sisi simpanan, DPK Maybank Indonesia menyusut 4,9% YoY menjadi Rp111,5 triliun, dengan komposisi dana murah sebesar 53%.

Di sisi lain, PT Bank OCBC NISP Tbk. (kode saham: NISP) melaporkan capaian laba bersih senilai Rp1,29 triliun pada kuartal pertama 2025, tumbuh 11% YoY. “Meskipun di awal tahun ini masih diwarnai dengan dinamika kondisi makroekonomi global, pertumbuhan bank yang solid ini mencerminkan kepercayaan nasabah terhadap bank yang tetap terjaga,” ujar Presiden Direktur OCBC Parwati Surjaudaja.

Pada periode yang sama, raihan laba bersih PT Bank Permata Tbk. (kode emiten: BNLI) terkoreksi 2,27% menjadi Rp788,97 miliar

Direktur Utama Bank Permata Meliza M. Rusli menjelaskan kinerja pada awal tahun ini diiringi keyakinan perseroan bahwa strategi jangka panjang yang diterapkan berada di jalur yang tepat.

Bank milik Bangkok Bank ini membukukan penyaluran kredit dan pembiayaan senilai Rp156,6 triliun per kuartal I/2025, tumbuh 6,0% YoY dari Rp147,8 trilin per kuartal I/2024. Di sisi lain, simpanan nasabah alias DPK juga meningkat 4,8% YoY menjadi Rp187,4 triliun.

Ini memang masih tahap awal di tahun 2025. Dampak perang dagang di pasar global boleh jadi belum terlalu terlihat dampaknya. Semoga saja sektor perbankan masih dapat terus menjaga pertumbuhannya di tengah turbulensi yang diperkirakan masih akan terjadi dalam Sembilan purnama ke depan. (drp)

Exit mobile version