Wisata  

Bersafari Ria di Republik Orangutan

Kunjungan aktris Julia Roberts (1997), penulis tersohor Sir Terry Pratchet (2012), Presiden Amerika Serikat ke-41 Bill Clinton (2014) menjadi promosi efektif Tanjung Puting untuk publik internasional.

BERLAYAR di atas perahu kayu tradisional, di bawah terpaan hawa tropis nan eksotis, menyusuri indahnya panorama nipah dan pandan liar di kedua sisi Sungai Sekonyer, Anda sedang menuju “Tanjung Puting” di Teluk Pulai, Kumai. Destinasi wisata internasional kebanggaan Kabupaten Kotawaringin Barat, Provinsi Kalimantan Tengah. Ya. Perahu itulah satu-satunya moda transportasi untuk pengunjung bisa masuk dan mencapai lokasi.

Sepanjang perjalanan, Anda langsung disambut hamparan hutan kerangas yang menjadi rumah dari spesies tumbuhan pemakan serangga, seperti kantong semar. Di sana sini tampak hutan rawa gambut yang dipenuhi dengan tumbuhan akar lutut dan akar udara. Barisan pohon gaharu, meranti, keruing, ramin, dan ulin. Pemandangan yang agak langka ditemukan di pulau-pulau lain Nusantara.

Identik dengan orangutan dan bekantan, Tanjung Puting juga merupakan rumah dan lingkungan yang nyaman bagi beruang madu, babi janggut, pelanduk kancil dan lumba-lumba. Satwa lain yang terdapat di sini: buaya muara di habitat aslinya, labi-labi, 200-an jenis spesies burung, yang meliputi koloni burung Great Alba. Jika beruntung, Anda bisa jumpa burung Sandang Lawe, salah satu dari 20 jenis burung terlangka di dunia.

Bahwa Tanjung Puting menjadi salah satu habitat alami orangutan terbesar di dunia, itu tak sulit dimengerti. Taman ini menyediakan habitat yang ideal bagi orangutan untuk hidup dan berkembang biak. Populasi orangutan di sini ditaksir 30.000 hingga 40.000 ekor. Spesies kera besar asal Afrika tersebut menyebar di seluruh kawasan TNTP. Tak pelak, Taman Nasional ini mendaulat diri sebagai kawasan konservasi orangutan terbesar di dunia.

Sebagaimana kandungan hutan pada umumnya, di dalam hutan konservasi ini tentu tak cuma berisi orangutan. Sebab, Tanjung Puting juga merupakan rumah bagi sejumlah satwa endemik yang dilindungi. Antara lain bekantan, monyet merah, owa, beruang, rusa, kucing liar, aneka jenis burung, di samping beragam jenis flora.

Dalam kaitan khusus dengan orangutan, di sini ham pir setengah abad lalu berdiri sebuah pusat penelitian yang disebut Camp Leakey. Lokasinya berada di Sungai Sekonyer Kanan, yaitu anak Sungai Sekonyer. Camp Leakey didirikan pada 1971 oleh primatolog Prof. Dr. Birute Galdikas dan Rod Brindamour. Sebutan Camp Leakey diambil dari nama Louis Leakey, sarjana yang sebelumnya melakukan sejumlah penelitian di taman ini.

Bermula dari dua buah gubuk kecil, Camp Leakey kini telah memiliki bangunan kamp permanen dari kayu. Mau tak mau, camp juga harus mampu berfungsi untuk tempat singgah para peneliti. Di samping menjadi tempat wisata, fungsi utama Camp Leakey tentunya pusat penelitian bagi para ilmuwan dan mahasiswa dari berbagai pelosok penjuru dunia.

Taman Nasional Tanjung Puting ini juga berfungsi sebagai pusat rehabilitasi orangutan, dimana orangutan yang terlantar atau terluka dapat dirawat dan dipulihkan sebelum dilepaskan kembali ke habitat alaminya. Inilah pusat rehabilitasi orang utan pertama dan satu-satunya di Indonesia.

Sedikit kilas balik. Di era kolonial Belanda, tahun 1936, luas kawasan ini hanya 205 ribu hektare. Statusnya Suaka Margasatwa Sampit, dengan fungsi utama sebagai area perlindungan satwa orangutan dan bekantan. Di tahun 1941, areanya diperluas dan terdaftar sebagai Suaka Alam Sampit seluas 205 ribu ha serta Suaka Alam Kotawaringin seluas 100 ribu ha.

Pada tahun 1970-an, Suaka Margasatwa Sampit berubah nama menjadi Suaka Margasatwa Tanjung Puting. Luasnya 270 ribu ha. Sejak tahun 1996, kawasan ini berstatus Taman Nasional Tanjung Puting. Masyarakat lokal yang bermukim di daerah ini bekerja sebagai nelayan. Beberapa di antaranya juga menjadi tempat tinggal para relawan yang membantu aktivitas konservasi Taman Nasional Tanjung Puting.

Primatolog Prof. Dr. Birute Mary Galdikas menyebut Tanjung Puting sebagai “Ibukota Orangutan Dunia”. Di sinilah sang mahaguru orangutan itu pertama kali mengawali penelitiannya tahun 1971. Galdikas bersama Jane Goodall dan mendiang Dian Fossey dikenal global sebagai “The Trimates”, tiga wanita yang sama-sama dimentori oleh Dr. Louis Leakey, yang mendedikasikan hidupnya untuk studi dan konservasi kera-kera besar di dunia.

Bagi Dr. Birute, yang kemudian menikah dengan lelaki pribumi Dayak Borneo dan perkawinan mereka membuahkan keturunan, “Tanjung Puting adalah bayangan dari Taman Firdaus di bumi, dimana semua makhluk dapat hidup bebas bersama secara harmonis dan segalanya telah dicukupkan oleh alam,” tulis Galdikas dalam bukunya The Reflection of Eden.

Pada tahun 1977, Suaka Margasatwa Tanjung Puting telah dimasukkan UNESCO ke dalam daftar Cagar Biosfer di Indonesia. Statusnya sebagai taman nasional ditetapkan pada tahun 1984. Luas total TNTP adalah 415,040 ha, atau sekitar enam kali luas DKI Jakarta. Tanjung Puting Wildlife Reserve mencakup 300,040 ha, hutan produksi seluas 90.000 ha, dan perairan seluas 25.000 ha.

Selain menyambangi aneka satwa, ada beberapa destinasi yang layak dikunjungi di sini. Antara lain Tanjung Harapan, Pondok Tanggui, Camp Lakey, Natai Lengkuas, Danau Burung dan Sungai Buluh. Untuk melihat seluruh area TNTP, saat terbaik kunjungan wisatawan adalah pada bulan Juni—September. Berdasarkan informasi dari situs Pariwisata Kalteng, untuk melihat seluruh area TNTP, wisatawan disarankan bersafari dalam periode Juni—September.

Kunjungan beberapa tokoh dan pembesar dunia seperti aktris Julia Roberts (1997), penulis tersohor Sir Terry Pratchet (2012), pejabat-pejabat pemerintahan mancanegara, hingga Presiden Amerika Serikat ke-41 Bill Clinton (2014) menjadi media kampanye efektif promosi Tanjung Puting kepada publik internasional. Dokumentasi populer dari media-media dunia juga telah sangat banyak dibuat di Tanjung Puting.

Dalam satu dasawarsa terakhir, Tanjung Puting telah menjelma menjadi destinasi wisata andalan di Pulau Kalimantan. Selain wisatawan domestik, Taman Nasional Tanjung Puting juga menarik minat wisatawan mancanegara. Sebanyak 18.000 wisatawan mancanegara mengunjungi TTNTP sepanjang 2022. Terbanyak berasal dari Spanyol sebanyak 7.198 orang, disusul wisman asal Jerman (1.921 orang), Amerika Serikat (1.846 orang), Inggris (1.069 orang), Prancis (1.064 orang).

Daya pikat salah satu hutan hujan tropis tertua di dunia, ribuan jenis keanekaragaman hayati flora dan fauna. Khususnya pesona Orangutan. Inilah satu-satunya kera besar di luar benua Afrika yang hidup di habitat aslinya. Inilah rumah alami dengan populasi terbesar Orangutan Kalimantan (pongo pygmaeus) yang dilindungi dan sangat dijaga kelestariannya. Kera besar yang hidup di pepohonan (arboreal) yang hanya dapat dijumpai di Pulau Kalimantan dan Sumatera.●

Exit mobile version