hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza

Berpacu Menggenjot Kredit

Sembilan purnama telah berlalu di tahun 2025. Denyut sektor perbankan nasional masih berdetak stabil di tengah gelombang ketidakpastian global. Suku bunga acuan yang tinggi, gejolak nilai tukar, serta pelemahan ekonomi mitra dagang utama belum cukup menggoyahkan fungsi intermediasi perbankan Indonesia.

Survei Perbankan Bank Indonesia (BI) mencatat, hingga akhir triwulan III 2025, pertumbuhan kredit tetap solid di kisaran 10,2% (yoy), dengan pendorong utama berasal dari sektor industri pengolahan, perdagangan, dan konsumsi rumah tangga. Dari sisi Dana Pihak Ketiga (DPK), pertumbuhan mencapai 8,9% (yoy), menandakan likuiditas masih memadai meski persaingan bunga simpanan kian ketat. Rasio Loan to Deposit Ratio (LDR) industri berada di kisaran 84–85%, mencerminkan fungsi intermediasi yang efisien. Margin bunga bersih (NIM) sedikit tergerus ke sekitar 4,6% akibat naiknya biaya dana dan tekanan pasar global. Namun kualitas aset tetap terjaga: rasio kredit bermasalah (NPL) industri bertahan di bawah 2,5%.

Bank Indonesia menilai kebijakan likuiditas longgar masih diperlukan untuk memperkuat transmisi moneter dan mendukung pertumbuhan ekonomi. Implementasi Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) menjadi salah satu penopang utama ekspansi kredit. Hingga minggu pertama Oktober 2025, total insentif KLM mencapai Rp393 triliun, dengan penyaluran terbesar kepada kelompok bank BUMN Rp173,6 triliun, BUSN Rp174,4 triliun, BPD Rp39,1 triliun, dan KCBA Rp5,7 triliun.

Insentif tersebut mengalir ke sektor-sektor prioritas seperti pertanian, perdagangan, manufaktur, real estate, perumahan rakyat, konstruksi, transportasi, pergudangan, pariwisata, ekonomi kreatif, UMKM, ultra mikro, dan pembiayaan hijau. Ke depan, BI akan memperkuat KLM dengan pendekatan forward looking,

di mana pemberian insentif juga mempertimbangkan kecepatan bank menurunkan suku bunga kredit sebagai respons terhadap kebijakan moneter yang longgar.

Sejalan dengan itu, BI telah menurunkan suku bunga acuan sebesar 150 basis poin sejak September 2024. Suku bunga pasar uang seperti INDONIA turun signifikan, dari 6,03% pada awal 2025 menjadi 3,99% pada 21 Oktober 2025. Penurunan juga terjadi pada SRBI dan SBN, namun transmisi ke suku bunga perbankan masih lambat. Hingga September 2025, suku bunga deposito 1 bulan baru turun 29 bps menjadi 4,52%, sedangkan suku bunga kredit hanya turun 15 bps menjadi 9,05%.

Kebijakan moneter longgar dan penempatan dana Saldo Anggaran Lebih (SAL) Pemerintah di perbankan turut meningkatkan likuiditas. Pertumbuhan uang primer (M0) adjusted pada September 2025 mencapai 18,58% (yoy), lebih tinggi dari 13,16% tanpa memperhitungkan efek KLM. Dampaknya, pertumbuhan M2 meningkat dari 5,46% pada awal tahun menjadi 7,59% (yoy) pada Agustus 2025, menandakan meningkatnya uang beredar di masyarakat.

 

Tumbuh Bervariasi

Di tengah dinamika tersebut, bank-bank besar tetap mencatat kinerja yang kuat dengan pertumbuhan yang bervariasi. Bank Central Asia (BCA) membukukan laba bersih Rp41,2 triliun hingga September 2025, tumbuh 7% (yoy). Kreditnya naik 11%, dengan penopang utama segmen komersial dan konsumsi, sementara DPK tumbuh 8% dan komposisi CASA tetap tinggi di atas 75%. NPL BCA stabil di 1,2%, salah satu yang terendah di industri.

Bank Negara Indonesia (BNI) mencatat laba bersih konsolidasian Rp15,12 triliun, turun 5% (yoy) akibat tekanan margin, namun kredit tumbuh 9,8%, terutama di korporasi, UMKM, dan pembiayaan internasional. DPK naik 7%, dengan fokus memperbesar CASA.

Bank Tabungan Negara (BTN) melanjutkan transformasi bisnis dengan laba bersih Rp2,8 triliun, naik dari Rp2,6 triliun tahun lalu. Kredit tumbuh 6,5%, didominasi pembiayaan perumahan rakyat, sementara NPL gross menurun ke 3,1%.

Menyusul BCA, BRI juga menyalurkan kredit dalam jumlah yang jumbo, yaitu Rp1.438,1 triliun dan meraih laba bersih sebesar Rp41,2 triliun. Pada periode yang sama, Bank Mandiri menyalurkan kredit sebesar Rp1.764,32 triliun dan membukukan laba bersih Rp37,7 triliun.

Tak mau kalah, bank syariah terbesar di Indonesia, yaitu Bank Syariah Indonesia pada periode tersebut menyalurkan pembiayaan sebear Rp301 triliun dan membukukan laba bersih sebesar Rp5,57 triliun.

Secara keseluruhan, pertumbuhan kredit perbankan pada September 2025 tercatat 7,7% (yoy), sedikit meningkat dari bulan sebelumnya, dengan ruang ekspansi masih terbuka. BI memperkirakan pertumbuhan kredit 2025 akan berada di batas bawah kisaran 8–11% dan meningkat pada 2026.

Ketahanan perbankan juga tetap kuat. Rasio kecukupan modal (CAR) naik ke 26,03%, sementara NPL bruto 2,28% dan NPL net 0,87%, menunjukkan risiko kredit terkendali. Likuiditas pun memadai dengan rasio AL/DPK 29,29%, ditopang pertumbuhan DPK 11,18% (yoy).

Kinerja pada triwulan ketiga tahun ini menunjukkan bahwa perbankan nasional mampu menjaga keseimbangan antara ekspansi dan kehati-hatian. Di tengah dinamika global dan lambatnya transmisi suku bunga, bank-bank Indonesia tetap berdiri kokoh, menopang pemulihan ekonomi domestik—sebuah pencapaian yang pantas dirayakan sebelum menatap purnama-purnama berikutnya yang lebih cerah. Dengan harapan ekonomi membaik dan daya beli menguat, semoga bank juga mampu menjalankan fungsi intermediasinya lebih baik lagi menjelang tutup tahun.(Drp)

pasang iklan di sini