octa vaganza

Berburu Itu Identitas Lelaki

BABI merupakan objek yang hidup dalam tradisi dan kehidupan sosial masyarakat Minang. Hewan ini dicari secara berkala. Banyak lelaki Minang ‘merindukan’ uber-uberan dengan hewan pengerat itu. Kepuasan mereka yang hobi berburu babi adalah babi banyak keluar dari sarang, anjing-anjing mengejar agresif, melewati lembah, sungai, semak belukar, tebing, bukit, hingga babi dapat dilumpuhkan.

Babi diharapkan keluar dari rimba raya, di saat hari-hari perburuan itu. Hampir tiap nagari (kelurahan) di Minang mengirimkan paburu (pemburu) ke gelanggang. Jumlah pPburu yang berhimpun di bawah bendera Persatuan Olahraga Buru Babi (Porbi) populasinya konon ratusan ribu.

Bagi masyarakat Sumbar, kata ahli folklor James Danandjaja, berburu babi merupakan permainan rakyat yang telah jadi bagian dari kehidupan budaya dan masyarakat. Ia telah menjadi budaya kolektif. Berburu sebagai salah satu bentuk folklor terpelihara dengan baik karena diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya.

“Buru babi adalah politik identitas laki-laki Minangkabau dalam adat matrilineal. Tujuannya bukan hanya membunuh hama tanaman itu. Bukan juga dilandasi motif ekonomi untuk menjual daging babi,” ujar Zainal Arifin dari Jurusan Antropologi Universitas Andalas, Padang.

Di pusat konsentrasi perburuan, masyarakat setempat juga dapat kesempatan untuk mendapatkan uang. Mereka biasanya membuka warung nasi dadakan dan berbagai penganan. Ekonomi rakyat pun menggeliat. Karena itu, buru babi kerap jadi pengisi laman-laman Bukit Barisan yang terhampar luas sepanjang Sumatera Barat. Tradisi ini bahkan berkembang hingga ke daerah tetangga, Riau dan Jambi.

Di Sumbar, buru babi buru babi biasanya dilakukan secara bergilir di tiap nagari berdasarkan kalender PORBI, atau atas kesepakatan paburu di daerah yang saling berdekatan. Penggemar dunia buru babi disebut pecandu buru. Orang yang ahli di bidang ini istilahnya muncak buru. Pecandu buru bukan saja mereka yang biasanya bekerja sebagai petani atau tukang ojek, melainkan juga para pejabat, polisi, tentara, guru, proeional, bahkan mereka yang bekerja di lingkungan agama.

Menjadi bagian dari komunitas pemburu sejatinya adalah simpul komunalitas yang terasa begitu hidup. Menjadi tidak terasing dalam debat kusir di warung-warung tradisional. Dan kebanggaan tersendiri jika anjing mereka disinggung begitu hebat di hari perburuan itu. Pupuahlah, sanak.

Exit mobile version