hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza

Berbagi Pengalaman dan Ide Merengkuh Pasar

Tiga pengusaha wanita di sektor UKM bicara tentang kiat bisnisnya menghadapi masa sulit pemasaran lantaran pandemi. Intinya, penusaha harus tetap berkepala dingin dan jangan panic.

DARI data CNBC IndonesiaMei 2020, jumlah UMKM yang gulung tikar mencapai 30.000 unit. Menurut catatan Asosiasi Pengusaha Indonesia, sampai April 2020 lalu, jumlah orang yang dirumahkan atau terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat wabah corona mencapai 7 juta orang.

Diversifikasi ala Khairani Marda, Asal dalam Satu Target Pasar

“Saya menjalankan usaha di bidang fesen bayi dan anak dengan brand Baby Zio, Ziokudeome, dan Ziokuziome,” ujar pemilik usaha fashion anak Baby Zio. Dilihat dari sisi omzet, sumbangan terbesar memang dari toko fisik. Tapi, karena dampak corona, mau tak mau omzet sekarang mengandalkan penjualan online. Toko fisik baru dibuka akhir Mei lalu, sebelum Lebaran.

Ketika toko fisik ditutup, omzet dari online (@baby_zio) sebenarnya masih sama dengan tahun lalu. Dalam sutuasi corona, Khairani hanya mempekerjakan dua admin toko.  Karena cuma dua, membalas chat masuk dari customer menjadi slow response. Ada pelanggan yang tidak sabar dan akhirnya membatalkan pesanan. Ini pula yang memperlambat kenaikan omzet harian. Tapi, mendekati Lebaran, kami membuka toko fisik lagi dan omzet jadi lumayan tertolong.

Cara keluar dari situasi sulit ditepuh lewat dua cara, Pertama, diversifikasi produk. Tadinya kami hanya menjual baju atau fashion anak. “Tapi kebutuhan anak kan bukan hanya baju,” tutur Khairani. Saat corona mulai mewabah, kebetulan ada bazar buku Big Bad Wolf. Pihaknya memanfaatkan untuk menyetok banyak buku-buku impor yang murah dan bagus.

Kedua, perusahaannya juga perluas produk ke mainan anak bekerja sama dengan merchant. “Jadi, ada tenaga marketing merchant itu yang memberi info penawaran barang-barang sale di merchant seperti Kidz Station atau Toys Kingdom. Itu kami bagi juga ke grup-grup. Kami harus membuat orang butuh jangan hanya saat jelang Lebaran.”

Dari penjualan online justru banyak peminat karena kami juga menawarkan barang-barang bukan cuma pakaian. Buku dan mainan itu barang-barang yang dibutuhkan anak-anak agar mereka tidak bosan di rumah. Dua produk itu juga masih berhubungan dengan pasar perusahaannya, yaitu kebutuhan anak-anak.

Kesimpulannya, jangan pernah puas hanya menjual satu produk. Yang penting masih dalam satu target pasar yang sama. Kalau jualan lebih bervariasi, customer tidak hanya datang saat butuh baju saja atau saat jelang Lebaran saja. “Lalu, sering-sering gelar sale atau promo. Sale itu bikin orang mendekat, butuh atau tidak butuh barang.

Di sisi lain, pemilik usaha juga harus tetap optimistis dan berpikiran positif, memanfaatkan waktu kita untuk lebih kreatif menggali ide-ide,” kata Khairani Marda.

Pesan Empati Meilly Kusumadewi, Meski Bisnis Terseok-seok

“Saya mengelola usaha makanan olahan nanas dengan merek Delipel, bersama saudara saya,” kata Meilly Kusumadewi, pemilik Delipel, merek oleh-oleh khas Subang. Delipel adalah produk olahan nanas. Jenis produknya beragam, mulai selai nanas, jus nanas, nastar, hingga pie. Pihaknya memanfaatkan baik jalur offline maupun online (@delipel.subang). Bicara omzet, 80%-nya disumbang pemasaran offline.

Dampak pandemi sangat besar.  Omzet Delipel turun hingga 70%. Pihaknya juga terpaksa menghentikan sebagian karyawan. Karyawan yang masih bertahan pun terpaksa gajinya diturunkan. “Kami tetap menjalankan branding Delipel melalui media sosial. Kontennya menyesuaikan dengan situasi corona.” Misalnya, mengedukasi karyawan tentang sanitasi. Delipel berbagi pada kaum dhuafa. “Bukan pamer, tapi kami ingin mengirim pesan bahwa bisnis kami tetap berjalan walau terseok-seok.”

Agar penjualan tetap terkejar, kami juga menempuh inovasi produk yang cocok dikonsumsi saat wabah. Misalnya, merilis jenis produk baru seperti cireng sambal nanas. Sembari itu, kami juga terus menawarkan berbagai promo. Jadi, “tetap berpikir, lakukan inovasi. Jual apa aja tapi jangan terlalu jauh dari bisnis inti. Pemilik usaha, leader usaha, harus tetap tenang menghadapi kondisi pandemi. Sebab, kalau leader sudah kelihatan panik dan khawatir, kan kasihan karyawan…”

Ratu Saskia Bilqis, Diskon Besar untuk Stok Lama

“Saya membuat baju muslim syari untuk kaum hawa seperti gamis dan jilbab yang dipasarkan sepenuhnya lewat online (@ratubilqisyari),” tutur Ratu Saskia Bilqis, pemilik usaha RB Syari, yang omzet bisnisnya menurun lebih dari 50% tergerus pandemi.

Suplai bahan baku RB Syari cukup aman. Masih bisa order melalui Whats App atau Instagram. Hanya, harga kain mulai naik bahkan sejak prakebijakan PSBB. Pedagang kain di Pasar Tenabang mulai kesulitan memperoleh suplai kain, yang banyak berasal dari Cina dan India. Karenanya, suplai kain mulai sulit, pedagang pun mulai menjual dengan harga agak mahal.

“Saya ikuti perkembangan kondisi yang terjadi. Saya ikut jual masker kain tapi bukan untuk cari untung. Saya bikin masker kain karena jengkel lihat orang-orang jual masker mahal banget. Jadi, saya buat yang murah, hanya Rp4.500 per unit”. Ini bukan langkah perbaikan omzet. Tapi itu cara RB Syari berempati atas kondisi pandemi. Keuntungannya dibelikan sembako untuk donasi. “Ini akhirnya menjadi value bisnis saya. Kami tunjukkan pada customer bahwa brand ini peduli dan berempati dengan kondisi, bukan cuma mikirin cuan”.

Bilqis memanfaatkan situasi ini untuk menjual stok-stok lama dengan harga diskon cukup besar. “Strategi lainnya, saya jual khimar dan kerudung pendek rumahan. Misalnya, untuk khimar itu ada cadar. Kami edukasi bisa sekalian menjadi masker. Tinggal diselipkan tisu. Itu lumayan laku. Produk ini dibikin dengan sistem maklon ke teman pemilik konveksi. Tinggal dijual dengan brand sendiri. Mengapa pilih maklon? Karena dari sisi biaya jauh lebih murah, modal lebih murah, risikonya lebih kecil.

Perusahaan ini juga membuat daster rumahan. Ceritanya, RB Syari punya produk best seller bernama Easy Abaya. Pandemi ini membuat orang banyak berdiam di rumah. Akhirnya saya bikin Easy Abaya yang bisa dikenakan di rumah tapi saat dipakai keluar rumah juga oke. Produk ini lumayan laku.

Dampak Covid-19 ini dirasakan semua aspek. Tak hanya ke pebisnis UMKM. pebisnis besar pun sangat terdampak. Bagaimanapun, “jalankan bisnis ini dengan adaptasi perubahan. Tidak bisa hanya dengan strategi lama.” Untuk pembayaran, misalnya, ada customer yang minta cash on delivery (CoD) karena tidak punya rekening dan tidak bisa keluar rumah. Itu bisa disiasati dengan ikut e-commerce seperti Lazada yang menyediakan CoD. “Kami komunikasikan ke customer tentang value brand kami. Bahwa bisnis kami tidak cuma cari cuan.”●(Nay)

pasang iklan di sini