BORO-BORO koordinasi dan sinkronisasi. Kemendag dan Bulog justru berseteru secara terbuka. Mendag Enggartiasto Lukito (Loe Joe Eng) ngotot impor. Padahal stok beras pascapanen tengah melimpah ruah. Bulog sampai nyewa gudang Rp45 M. Kata Kepala Bulog, Budi Waseso, “Ironis kita sebagai negara agraris mengimpor beras. Bukankah Januari lalu kita mengekspor ke Malaysia? Matamu!” Sepanjang sejarah, baru kali ini terjadi disharmoni naif antarlembaga.
Jumlah Cadangan Beras Pemerintah (CBP) yang 2,24 juta ton jauh di atas batas aman. Tapi Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman, enggan berkomentar. Kemendag mengeluarkan izin impor 2 juta ton ntuk 2 tahun. Berjalan 6 bulan, impor sudah 1,1 juta ton. Menurut Buwas, Bulog baru impor 0,5 juta ton. Siapa pelaku 0,6 juta ton lainnya? Padahal, impor beras jelas-jelas menggerus dolar, menghancurkan rupiah, bikin defisit neraca perdagangan, dan yang terparah: mendzalimi petani.
Apa jalan keluar atas situasi deadlock itu? Usul Rizal Ramli, sengkarut ini mestinya diselesaikan oleh KPK. Jika sebelumnya masalah impor daging bisa dituntaskan KPK, mengapa impor pangan tidak? Di mata publik, keengganan Kemendag menegakkan fair play mengindikasikan “ada udang di balik rempeyek”. Bagi
RR, keinginan impor beras bermotif komisi. “Pengalaman saya saat di Bulog, Kemendag maunya impor karena ada komisi US$20-30 dolar/ton. Transaksinya semua di luar negeri, akun banknya juga di luar negeri,” ujarnya.
Lebih menggiurkan dari fee, harga beras di beberapa negara pemasok memang rendah. Di negara Asia Tenggara yang berada di Lembah Mekong tercatat: Thailand US$0,33/kg, Myanmar US$0,28/kg, Kamboja US$0,42/kg. Adapun Indonesia US$0,79 (Rp10.499). Tahun lalu, harga beras lokal berada di level US$1/kg, saat harga internasional hanya US$0,4/kg. Monggo bayangkan dan hitung sendiri betapa gurihnya margin yang bisa diraup dari aktivitas mengimpor.
Kalangan yang menikmati margin gurih itu tak lain dari mereka yang punya jalur hotline dengan sang menteri. Bukan rahasia lagi, dengan basis pengusaha dan orang partai/Nasdem, Loe Joe Eng mempraktikkan corak manajemen one man show. Di Kementerian Perdagangan telah lama berkembang rumor, “Kenapa bukan menteri saja rangkap jadi Dirjen dan Direktur?” Lagipula, sejak awal dilantik, nama Enggartiasto Lukito sudah santer disebut terlibat kasus Cessie Bank Bali, bersama Djoko Tjandra dan Setya Novanto.
Bungkamnya Mentan, Andi Amran Sulaiman, tak terlepas dengan statusnya yang tengah disidik Kejaksaan Agung dalam kasus pembelian alat pertanian senilai Rp1,6 triliun. Masuk akal jika Amran memainkan kartu troef: tebar ancaman bakal membuka kedok Mendag Enggartiasto, yang didukung Menko Perekonomian Darmin Nasution, soal impor beras. Alhasil, posisi Buwas menjadi di atas angin. Meski begitu, pola saling sandera di kalangan pembantu Presiden harus dikatakan murni amatiran.●
Salam,
Irsyad Muchtar