octa vaganza
Wisata  

Benteng Wolio, Rekor Dunia Karya Bumiputera

            Yang paling khas, Benteng Wolio dibangun oleh bumiputera (bukan bangsa imperislis) Buton, menggunakan susunan batuan karst. Batuan tersebut ditautkan dengan campuran pasir, kapur, dan (konon) putih telur.

BENTENG Keraton Buton sebutannya. Disebut juga Benteng Wolio atau Benteng Baubau. Ini salah satu peninggalan sejarah Kerajaan Buton. Terletak di atas Bukit Wolio, Buton, Sultra; pada ketinggian 100 mdpl, dengan lereng yang cukup terjal langsung ke laut. Lokasi yang strategis untuk tegaknya benteng pertahanan terbaik di masa silam. Di dalam Benteng terdapat kawasan pemukiman warga yang memiliki ciri khas yang membedakannya dengan pemukiman di luar Benteng Keraton Buton.

Dibangun pada abad ke-16 oleh Sultan ButonIII, La Sangaji, yang bergelar Sultan Kaimuddin (1591-1596). Dindingnya terbuat dari karang dan putih telur serta campuran dengan pasir. Bangunan itu sangat tinggi dan tebal. Setiap dinding di benteng tidak dibuat sama rata. Sebab, bangunan tersebut mengikuti kontur tanah atau lereng bukit. Tinggi tembok rata-rata delapan meter, dengan ketebalan dua meter.

Benteng Wolio merupakan bekas ibu kota Kesultanan Buton. Kini, obyek wisata bersejarah ini berada di Desa Wisata Limbo Wolio, Kecamatan Murhum, Kota Baubau, Provinsi Sulawesi Tenggara. Meskipun usianya sudah ratusan tahun, benteng ini masih berdiri kokoh gagah dalam kondisi yang lumayan terawat.

“Wolio” berasal berasa dari kata “welia” yang berarti “menebas”. Kata welia ada kaitannya dengan aktivitas para pendiri Kerajaan Buton di masa lampau yang kala itu menebas hutan untuk menjadi kawasan tempat bermukim. Pemukiman Wolio awalnya dirintis oleh beberapa orang dari tanah Melayu yang dikenal dengan “Mia Patamiana” (orang yang empat) yakni Sipanjonga, Simalui, Sijawangkati dan Sitamanajo. Semula dibentuklah dua satuan pemukiman, yang di dalam bahasa Wolio disebut “limbo.

Sebermula, benteng ini hanya dibangun dalam bentuk tumpukan batu karst yang disusun mengelilingi kompleks istana. Tujuan utamanya untuk mambuat pagar pembatas antara kompleks istana dan perkampungan masyarakat, tapi sekaligus berfungsi sebagai benteng pertahanan.

Daya tarik Benteng Wolio lainnya adalah keberadaan Desa Wisata Limbo Wolio di dalam kawasan benteng. Desa wisata ini memiliki luas wilayah 42 hektare, dengan jumlah penduduk 2.223 jiwa. Wisatawan yang berkunjung ke Desa Wisata Limbo Wolio dapat menikmati situs-situs berserajarah di sana.

Situs bersejarah yang dimaksud meliputi, Masjid Agung Keraton Buton, kasulana tombi atau tiang bendera Kesultanan Buton, batu popaua yang merupakan tempat pelantikan sultan, batu wolio, makam para raja dan sultan, baruga atau balai pertemuan, gudang peluru, Goa Arung Palaka, dan jangkar kapal VOC. 

Di samping menyaksikan benteng yang kokoh berdiri di sepanjang perbukitan Wolio, di sini kita dapat merasakan kentalnya nuansa Islami dengan adanya Masjid Keraton Buton. Masjid berlantaikan marmer ini berukuran 40 m², dibangun semasa Sultan Sakiuddin Durul Alam, pada tahun 1712 dan menjadi masjid tertua di Sultra.

Desa Wisata Limbo Wolio berjarak sekitar empat kilometer dari pusat Kota Baubau. Dari Pelabuhan Murhum, jaraknya sekitar empat kilometer dan dari Bandara Betoambari berjarak hanya tiga kilometer. Desa wisata ini dapat diakses menggunakan kendaraan roda dua dan roda empat. Tahun lalu, desa ini secara khusus dikunjungi Menparekraf Sandiaga Uno.

“Pak Sandi datang ke sini untuk menguatkan kita dalam memertahankan posisi Limbo sebagai destinasi wisata. Karenanya, kita perlu berusaha lebih baik,” kata Wali Kota Baubau, La Ode Ahmad Monianse. Wako Monianse juga berharap sektor pariwisata Indonesia bisa bangkit kembali setelah masa pandemi yang melanda Tanah Air. Secara khusus Baubau diharapkan bisa meraih kembali cita-citanya untuk menjadi kota yang maju, sejahtera dan berbudaya.

BENTENG Wolio Baubau memiliki tiga komponen. Pertama, Badili atau meriam. Objek wisata di masa kini itu merupakan meriam yang terbuat dari besi tua yang berukuran 2 sampai 3 depa. Meriam ini bekas persenjataan Kesultanan Buton peninggalan Portugis dan Belanda yang dapat ditemui hampir pada seluruh benteng di Kota Baubau.

Kedua, L\lawa. Dalam bahasa Wolio berarti pintu gerbang. Lawa berfungsi sebagai penghubung keraton dengan kampung-kampung di sekeliling benteng. Ke-12 lawa memiliki masing-masing nama sesuai dengan gelar orang yang mengawasinya, penyebutan lawa dirangkai dengan namanya. Kata lawa diimbuhi akhiran ‘na’ menjadi ‘lawana’. Akhiran ‘na’ dalam bahasa Buton berfungsi sebagai pengganti kata milik “nya”.

Setiap lawa memiliki bentuk yang berbeda-beda, dengan fungsi sebagai menara pengamat. 12 Nama lawa adalah: Lawana Rakia, Lawana Lanto, Lawana Labunta, Lawana Kampebuni, Lawana Waborobo, Lawana Dete, Lawana Kalau, Lawana Wajo atau Bariya, Lawana Burukene atau Tanailandu, Lawana Melai/Baau, Lawana Lantongau, dan Lawana Gundu-gundu.

Ketiga, Baluara. Kata baluara berasal dari bahasa Portugis (baluer) yang berarti bastion. Baluara dibangun sebelum benteng keraton didirikan pada tahun 1613 pada masa pemerintahan La Elangi/ Dayanu Ikhsanuddin (Sultan Buton ke-4) bersamaan dengan pembangunan ‘godo’ (gudang). Dari 16 baluara, dua di antaranya memiliki godo yang terletak di atas baluara tersebut.

Setiap baluara memiliki bentuk yang berbeda-beda, disesuaikan dengan kondisi lahan dan tempatnya. Fungsinya sebagai tempat penyimpanan peluru dan mesiu. Nama-nama baluara dinamai sesuai dengan nama kampung tempat baluara tersebut berada. Ke-16 nama kampung di dalam benteng yaitu Baluarana Gama, Baluarana Litao, Baluarana Barangkatopa, Baluarana Wandailolo, Baluarana Baluwu, Baluarana Dete, Baluarana Kalau, Baluarana Godona Oba, Baluarana Wajo/Bariya, Baluarana Tanailandu, Baluarana Melai/Baau, Baluarana Godona Batu, Baluarana Lantongau, Baluarana Gundu-gundu, Baluarana Siompu dan Baluarana Rakia.

Tidak seperti benteng pertahanan yang ada di Indonesia, benteng keraton buton dibangun oleh masyarakat pribumi dengan menggunakan susunan batuan karst. Batuan tersebut direkatkan dengan campuran pasir, kapur, dan (konon) putih telur. Tinggi dan tebal tembok benteng Keraton Buton berbeda-beda, sesuai perbedaan kontur tanah dan lereng bukit. Tingginya berkisar 1—8 meter, ketebalannya 0,5–2 meter.

Pada tahun 2006, Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI) dan Guinness Book Of World Record menobatkan Benteng Keraton Buton sebagai benteng pertahanan terluas di dunia. Luas wilayahnya 23,375 ha, keliling benteng sepanjang 2.740 meter. Terletak di puncak setinggi 100 mdpl. Dari ketinggian itu, kita dapat melihat panorama sunrise dan sunset, pemandangan Kota Baubau, Selat Baubau dan Pulau Muna yang berhadapan langsung dengan Kota Baubau.

Pengunjung yang datang menyambangi situs sejarah ini pada umumnya wisatawan lokal. Satu dua bule terlihat hadir di sana. Dipukul rata, Benteng Wolio yang maha luas itu hanya dikunjungi 300 orang per hari. Tampaknya kurang promo, mengingat infrastruktur pariwisata di Baubau relatif memadai. Selain Benteng, Baubau masih punya Pantai Nirwana, Batu Sori, atau hutan pinus Samparona sebagai destinasi yang tak kalah elok.●(Nay)

Exit mobile version