Sejumlah lembaga keuangan perbankan menawari Ngahadi Hadi Prawoto pinjaman modal kerja kerja untuk usaha sayur mayurnya, namun ia memilih bergabung dengan Koperasi Simpan Pinjam Makmur Mandiri.
Ngahadi Hadi Prawoto, petani desa Kutabawa, Kecamatan Karangreja, Kabupaten Purbalingga, tak kuasa menahan harunya, ketika rekan-rekan sesama petani mengucapkan ulang tahunnya yang ke 39 tahun. Namun yang membuat hatinya tersentuh, ialah hadirnya Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki, Direktur LPDB-KUMKM Supomo, Bupati Purbalingga Dyah Hayuning Pratiwi, serta sejumlah pejabat dari Kemenkop dan UKM hingga Pemkab Purbalingga.
Hari itu Teten berkesempatan meresmikan gerai Pasar Tani Store hingga pelepasan ekspor buncis Kenya ke Singapura. Ekspor sebesar 7,5 kwintal itu merupakan hasil jerih payah membina sekira 500 petani dengan total lahan 200 hektar. Dia berhasil mengajarkan para petani bagaimana melakukan budidaya sayuran yang benar dan berkualitas dan petani tidak bisa sendiri-sendiri untuk mengubah hidupnya.
Hadi memang generasi muda yang patut dijadikan contoh. Lahir dari keluarga petani secara turun temurun di Desa Kutabawa, Kecamatan Karangreja, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah. Karena besar dari keluarga petani, pria yang hanya tamat SMP ini mengaku merasakan bagaimana susahnya petani melakukan budidaya hingga mencari pasar atau petani butuh produksinya dari hulu ke hilir.
Untuk sampai melakukan ekspor Hadi harus jatuh dan bangun berkali-kali membimbing rekan-rekannya. Dia melakukan terobosan pada 2014 dengan memberanikan diri menjadi mitra beberapa perusahaan seperti Indofood dan Wings Food untuk bisa belajar bagaimana menjaga kualitas sayur agar layak diekspor.
Pada awalnya, kata Ngahadi, tidak mudah mengajari para petani untuk disiplin dalam memetik buncis saja. Akibatnya sayuran menjadi kurang kualitasnya. Padahal sejak 2017 sudah berani ekspor, namun biayanya menjadi lebih besar pasak daripada tiang, karena sayuran tidak berkualitas ditolak. Untuk itu, Hadi memberanikan diri menjadi anggota Koperasi Simpan Pinjam Makmur Mandiri (KMM) untuk mendapatkan pembiayaan, sekitar empat bulan lalu.
“Saya mendapatkan dua kali pinjaman masing-masing Rp250 juta,” tukas Ngahadi yang belakangan juga mendirikan Koperasi Koperasi Max Yasa untuk menjadi off-taker bagi para petani yang tersebar hingga Temanggung ini. Berkat pembinaan dan pendampingan yang telaten, secara perlahan Ngahadi berhasil mengubah mindset para petani anggotanya. Dia mencontohkan, petani buncis jenis kenya dan lokal. Sebelum mendapat pembinaan dan pendampingan, mereka hanya mampu melakukan enam kali petik. “Sekarang, mereka sudah mampu 24 kali petik dengan hitungan sehari petik sehari tidak dalam kurun waktu dua bulan,” jelasnya.
Produksi sayur-mayur dari para petani yang menjadi anggota Ngahadi rerata 320 ton sekali panen. Sebelum pandemi dia mampu mengekspor sekitar 1,5 ton. Namun ketika pandemi hanya separuhnya. Meskipun produksi turun, Hadi tetap bertahan melanjutkan usahanya karena dia yakin bisnis ini punya prospek cerah. Ke depan langkah pertama Hadi mengajarkan para petani untuk bisa masuk ke pasar modern lebih dahulu dan kemudian kalau sudah diterima, maka kemungkinan ekspor lebih besar.
“Yang paling sulit adalah mengubah mindset petani untuk menjadi entrepreneur dan itu sejak awal saya lakukan dan terus saya lakukan,” pungkasnya. (Irvan)