JAKARTA—-Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) merilis bahwa banjir menerjang 52 kecamatan di sembilan kabupaten/kota di Sulawesi Selatan, Selasa 22/1/2019 lalu menyebabkan delapan orang meninggal dan empat hilang.
Menurut Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugoro wilayah yang paling parah Kabupaten Jeneponto, Gowa, Maros, Soppeng, Barru, Wajo, Bantaeng, Pangkep, dan Kota Makassar,.
“Dampak sementara akibat banjir, longsor, dan angin kencang, yakni ribuan rumah terendam banjir dan ribuan warga mengungsi ke tempat yang lebih aman. Seluas 10.021 hektare sawah terendam banjir,” ujar Sutopo dalam keterangan persnya di Jakarta, Rabu (23/1/2019).
Korban meninggal dunia ditemukan di Jeneponto lima orang dan Gowa tiga orang. Sedangkan korban hilang terdapat di Jeneponto tiga orang dan Pangkep satu orang. Hingga Rabu pukul 14.00 WIB, banjir masih banyak melanda di daerah.
“Penanganan darurat dan pendataan masih terus dilakukan sehingga update data akan berubah,” kata Sutopo.
Dia menyebutkan banjir di Kabupaten Jeneponto melanda 21 desa di 10 kecamatan yaitu Kecamatan Arung Keke, Bangkala, Bangkala Barat, Batang, Binamu, Tamalatea, Tarowang, Kelara, dan Turatea. Tinggi banjir 50-200 sentimeter.
Banjir akibat hujan deras sehingga sungai-sungai meluap, di antaranya Sungai Topa, Allu, Bululoe, Tamanroya, Kanawaya, dan Tarowang.
Di kawasan ini lima orang meninggal dunia, tiga orang hilang, lima rumah hanyut, 51 rumah rusak berat, ribuan warga mengungsi dan ribuan rumah terendam banjir.
Seentara di Kota Makassar, banjir melanda 14 kecamatan yaitu Kecamatan Biringkanaya, Bontoloa, Kampung Sangkarang, Makassar, Mamajang, Manggala, Mariso, Pankkukang, Rampocini, Tallo, Tamalanrea, Tamalate, Ujung Pandang, dan Ujung Tanah.
“Sekitar 1.000 warga mengungsi. Banjir juga disebabkan hujan deras kemudian sungai-sungai yang bermuara di Kota Makassar meluap,” ujar Sutopo.
Di Kabupaten Gowa, banjir menerjang tujuh kecamatan yaitu Somba Opu, Bontomanannu, Pattalasang, Parangloe, Palangga, Tombolonggo, dan Manuju.
“Selain hujan deras, banjir juga disebabkan dibukanya pintu Waduk Bili-Bili karena terus meningkat volume air di waduk sehingga untuk mengamankan waduk maka debit aliran keluar dari Waduk Bili-Bili ditingkatkan,” ungkap Sutopo.
Sementara itu banjir di Kabupaten Marros melanda 11 kecamatan. Lebih dari 1.400 orang mengungsi. Pendataan masih dilakukan. Listrik padam sehingga komunikasi juga putus.
Posko BNPB terus berkoordinasi dengan Pusdalops BPBD. Tim Reaksi Cepat BNPB mendampingi BPBD. Penanganan darurat masih terus dilakukan oleh tim gabungan. BPBD bersama TNI, Polri, Basarnas, SKPD, PMI, Tagana, relawan dan lainnya melakukan penanganan darurat.
Tak Sempat Selamatkan Harta Benda
Banyak warga bahkan tak sempat selamatkan harta benda. Misalnya warga korban banjir di Perumnas Antang, Kecamatan Manggala. Salah seorang di antaranya M Jihadul Arifin salah satu warga, yang bermukim di daerah tersebut.
“Air datang begitu cepat dan tidak bisa diprediksi, sehingga tak sempat menyelamatkan barang-barang. Lantas dirinya bersama keluarga bergegas menyelamatkan diri dari banjir,” kata dia.
Banjir tersebut datang dari arah belakang dan arusnya begitu deras. Setelah itu langsung merendam rumahnya setinggi 1,5 meter atau setinggi dada. Sedang beberapa rumah lainnya yang terendam hampir mencapai atap. Ia menambahkan air mulai meninggi mulai pukul 04.00 sore kemarin.
“Saat ini, saya dan warga lainnya mengungsi dimasjid dan kami, membutuhkan bantuan pakaian ganti, selimut, dan dapur umum”, tutur dia dalam rilis yang ditulis warga lainnya, Nurul Rahmatun.