BANDUNG—Para pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) Jawa Barat menilai 2019 merupakna tahun buruk bagi usahanya. Bahkan mereka memproyeksikan 2020 tidak akan lebih baik. Pasalnya produk impor dari Tiongkok membanjir, selain tekanan ekonomi global.
“Hal ini akan diperparah dengan pengambilan kebijakan makro ekonomi pemerintah yang tidak berpihak pada dunia usaha,” ujar Ketua Jaringan Pengusaha Nasional (Japnas) Jawa Barat, Iwan Gunawan.
Lanjut dia, secara makro perang dagang antara Tiongkok dan Amerika Serikat (AS) belum akan berakhir. Kondisi itu akan membuat produk Tiongkok semakin deras membanjiri pasar lokal.
“Ironisnya, tidak banyak proteksi yang dilakukan pemerintah terhadap pelaku usaha lokal. Selain longgarnya keran impor,” ujar dia seperti dirilis Pikiran Rakyat, Bandung, baru-baru ini.
Salah satu yang dinilai cukup menyesakkan, menurut Iwan, adalah aturan upah minimum kabupaten/kota (UMK) yang disamaratakan antara UMKM dengan perusahaan nasional, bahkan multinasional.
“Selain kemampuan modal terbatas, pada saat bersamaan UMKM juga harus berhadapan dengan persaingan sengit menghadapi gempuran produk impor dengan harga sangat murah,” ungkap Iwan.
Tantangan lain ialah pada awal tahun depan, dunia usaha, termasuk UMKM, kembali akan digempur potensi penurunan daya beli masyarakat. Pasalnya, pada waktu yang hampir bersamaan, iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan akan naik dan distribusi elpiji 3 kilogram akan diperketat.
Bukan itu saja, penurunan alokasi subsidi energi pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 juga diprediksi akan berdampak pada kenaikan harga komoditas energi, seperti elpiji 3 kg, tarif tenaga listrik (TTL), dan bahan bakar minyak (BBM). Alokasi anggaran untuk subsidi energi 2020 ditetapkan sebesar Rp125,34 triliun, lebih rendah dari alokasi tahun ini.