MONOPOLI Perusahaan Badan Usaha Milik Negara dalam proyek infrastruktur, semakin menjadi sorotan saat ini. Kalangan swasta tidak hanya sulit mendapatkan bagian, bahkan tidak diundang sejak pelaksanaan lelang. “Proyek infrastruktur jadi bersifat dari BUMN, oleh BUMN, untuk BUMN. Rakyat sulit menikmati hasil yang optimal, tetapi kebagian membayar utang,” ujar Ekonom Institute for Development of Economics & Finance (INDEF), Bhima Yudhistira.
Sebagai contoh PT Angkasa Pura I, mengumumkan undangan lelang pembangunan Bandara Internasional Yogyakarta di Kulon Progo. Hanya 10 perusahaan yang diundang korporasi pengelola bandara tersebut, seluruhnya BUMN. Tak ada satu pun perusahaan sasta.
Menurut Wakil Ketua Umum Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi), Bambang Rachmadi, akibat dominasi berlebihan BUMN, sekitar 37 ribu kontraktor swasta kini sudah bangkrut. Mereka gagal mendapat order, atau tidak dibayar oleh pemberi kerjanya. Dalam proyek infrastruktur, rata-rata BUMN mendapat order Rp328 trilun per BUMN, swasta hanya Rp15 miliar per perusahaan.
Yang sangat patut dipertanyakan dengan serius di sini: sudah sedemikian parahkah penganaktirian terhadap semua komponen bangsa yang tak berbau plat merah?
Zulhamdi Polani