YOGYAKARTA-—Mereka yang kerap berwisata ke Yogyakarta akan akrab dengan oleh-oleh khasnya, yaitu bakpia. Secara umum bakpia adalah kue pipih berisi campuran kacang hijau dan gula, diprediksi dibawa pendatang Tiongkok sekitar 1930-an, nama brand pertama Bakpia Pathuk.
Bakpia awal hanya ada di kota Yogyakarta, seiring dengan perkembangan wisata di Daerah Istimewa Yogyakarta, pelaku bakpia juga bermunculan di daerah lan. Lima tahun lalu, Totok Broto Nugroho, seorang warga Wonosari prihatin para wisatawan yang datang ke Kabupaten Gunungkidul, harus kembali ke Yogykarta untuk membeli bakpia. Lalu mengapa tidak diproduksi di Gunungkidul?
“Dengan modal tidak sampai Rp2 juta, saya memulai bisnis ini. Mulanya seharinya memperoduksi dua dus dengan harga Rp12 ribu, pemasarannya disetor ke toko oleh-oleh di Wonosari,” ujar Totok kepada Peluang, Selasa (10/3/20) melalui WhatsApp.
Nama Dewa Sari diambil dari nama anak pertamanya Dewa ditambah kata Sari. Totok mengungkapkan bahwa bakpianya mempunyai rasa yang berbeda dan umumnya para pelaku bakpia yang sudah tersebar di seluruh Daerah Istimewa Yogyakarta punya rasa sendiri-sendiri.
Dewa Sari adalah Bakpia Renyah yang memiliki berbagai macam rasa seperti telo ungu , telo madu , kacang hijau , kumbu hitam , susu , coklat dan keju
“Kalau saya untuk rasa kacang hijau dan ubi ungu dijual Rp26 ribu per dus dan untuk rasa cokelat dan durian dijual Rp30 ribu,” ujar Totok.
Sekarang perkembangan bisnisnya meningkat. Totok sudah mempunyai toko sendiri. Pemasaran juga dilakukan melalui daring terutama untuk ke luar Yogyakarta. Omzetnya berkisar Rp10-15 juta per bulan. Ke depannya ia berencana menambah varian (Irvan Sjafari).