Tanya :
Pemerintah pernah menalangi (bail-out) sejumlah bank gagal bayar pada saat krisis moneter tahun 1998. Kini nasib yang sama dialami oleh sejumlah koperasi simpan pinjam (KSP) kesulitan likuiditas. Apakah pemerintah juga bisa lakukan hal yang sama, membail-out KSP yang ditengarai gagal bayar, dan apa dasar hukumnya untuk tindakan bail-out tersebut. Terima kasih atas pencerahannya.
Darwis Darlis
Mampang Prapatan, Jakarta Selatan
Jawab :
Persoalan yang disampaikan bung Darwis mengenai kebijaksanaan pemerintah yang pernah menalangi (Bailout) terhadap sejumlah bank yang mengalami gagal bayar pada saat krisis moneter 1998 cukup menarik dan aktual. Menarik karena persoalan dana talangan dari pemerintah itu menimbulkan permasalahan yang belum terselesaikan hingga saat ini. Aktual, karena saat ini sedang viral berita tentang beberapa Koperasi Simpan Pinjam yang diberikan label “gagal bayar” oleh pemerintah.
Ada 2 (dua) pertanyaan yang anda ajukan dalam hal ini. Pertama, apakah pemerintah juga dapat melakukan kebijakan yang sama untuk menalangi KSP yang bermasalah dan disebut gagal bayar? Kedua, Apa dasar hukumnya jika pemerintah melakukan bailout terhadap KSP tersebut?
Sebagaimana kita ketahui bahwa pada saat terjadinya krisis moneter 1998 dan 2008 pemerintah telah memberikan dana talangan (bailout) antara lain dengan menetapkan kebijakan berupa Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) untuk menyelematkan beberapa bank yang mengalami gagal bayar. Pemerintah dan Bank Indonesia (BI) memberikan berbagai fasilitas kepada perbankan menyelamatkan usaha dan mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada perbankan, antara lain kepada Bank-Bank BUMN, Bank Central Asia (BCA) dan Bank Century.
Pemberian dana talangan dari pemerintah kepada Bank Century bahkan telah menimbulkan permasalahan yang belum terselesaikan hingga saat ini. Kasus Bank Century tersebut bermula ketika Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) menetapkan PT. Bank Century Tbk, sebagai bank gagal yang berdampak sistemik. Berdasarkan surat Gubernur BI kepada Menteri Keuangan pada 20 November 2008 dan rapat konsultasi KSSK pada 21 November 2008 disebutkan penyertaan modal sementara (PMS) untuk menaikkan rasio kecukupan modal (CAR) Bank Century menjadi 8% sebesar Rp632 miliar. Angka ini berdasarkan posisi keuangan per 31 Oktober 2008. Namun, dana bailout (talangan) tersebut membengkak menjadi Rp6,76 triliun seiring makin memburuknya kondisi bank hasil merger dari Bank Danpac, Bank Pikko dan Bank CIC. (katadata media network). Menteri Keuangan Sri Mulyani selaku pejabat pembuat keputusan bailout Bank Century menegaskan, bahwa keputusan pemerintah Indonesia mengucurkan dana talangan sebesar Rp6,7 triliun untuk menyelamatkan PT. Bank Century Tbk. pada tahun 2008, merupakan keputusan yang tepat. Menurutnya, keputusan menyelamatkan PT. Bank Century Tbk. itu didasari untuk menyelamatkan sistem perbankan dan keuangan Indonesia dari ancaman krisis ekonomi dunia. Namun, berdasarkan Laporan Hasil Perhitungan Kerugian Negara, yang pernah dirilis oleh Badan Pemeriksa Keuangan RI kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan bahwa dalam kasus Bank Century telah terjadi penyimpangan dan mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp689,39 miliar dan Rp6,76 triliun. Laporan tersebut disampaikan oleh Ketua BPK, Hadi Poernomo kepada Ketua KPK, Abraham Samad di kantor KPK, Jakarta, 23 Desember 2013 (BPK.go.id).
Apa bila kita bandingkan antara usaha perbankan dengan Usaha Simpan Pinjam Koperasi, maka keduanya memiliki kesamaan, yaitu usaha penghimpunan dan penyaluran dana. Bedanya, jika usaha perbankan adalah menghiimpun dan menyalurkan dana kepada masyarakat, maka Usaha Simpan Pinjam Koperasi melakukan penghimpunan dan penyaluran dana nya dari, oleh dan untuk anggota koperasi yang bersangkutan. Usaha perbankan diatur dengan UU tentang Perbankan, dan Usaha Simpan Pinjam Koperasi diatur dengan UU tentang Perkoperasian jo. PP Nomor 9 tahun 1995 tentang Pelaksanaan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi. Oleh karena itu, Pemerintah seharusnya memberikan perlakuan yang tidak diskriminatif terhadap semua lembaga keuangan di Indonesia, termasuk terhadap Koperasi Simpan Pinjam. Apabila Koperasi Simpan Pinjam dan usaha simpan pinjam koperasi mengalami masalah keuangan. pemerintah juga dapat melakukan kebijakan yang sama untuk memberikan dana talangan.
Terhadap adanya koperasi, khususnya Koperasi Simpan Pinjam (KSP) yang mengalami kesulitan keuangan tersebut sebaiknya kita tidak ikut ikutan memburuk burukan koperasi dan merusak citra koperasi di masyarakat. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa kedudukan dan peran koperasi sangatlah penting dalam menumbuhkan dan mengembangkan potensi ekonomi rakyat serta dalam mewujudkan kehidupan demokrasi ekonomi yang mempunyai ciri-ciri demokratis, kebersamaan, kekeluargaan, dan keterbukaan. Dalam kehidupan ekonomi seperti itu koperasi seharusnya memiliki ruang gerak dan kesempatan usaha yang luas yang menyangkut kepentingan kehidupan ekonomi rakyat.
Apabila ada Koperasi yang mengalami masalah, maka pada umumnya disebabkan karena oknum oknum tertentu yang mempunyai itikad buruk terhadap koperasi. Oleh karena itu kita semua punya kepentingan untuk membenahi koperasi yang menghadapi masalah tersebut agar koperasi dapat berjalan sesuai dengan jatidiri koperasi serta dapat meningkatkan kesejahteraan anggotanya dan masyarakat.
Terkait dengan perlunya pemihakan Pemerintah terhadap Koperasi bahkan diatur secara eksplisit dalam UU Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Pada Pasal 61 UU Perkoperasian diatur bahwa dalam upaya menciptakan dan mengembangkan iklim dan kondisi yang mendorong pertumbuhan dan pemasyarakatan Koperasi, Pemerintah:
a. memberikan kesempatan usaha yang seluas-luasnya kepada Koperasi;
b. meningkatkan dan memantapkan kemampuan Koperasi agar menjadi Koperasi yang sehat, tangguh, dan mandiri.
Kemudian dalam Pasal 62 huruf c UU Perkoperasian diatur pula bahwa dalam rangka memberikan bimbingan dan kemudahan kepada Koperasi, Pemerintah: memberikan kemudahan untuk memperkokoh permodalan Koperasi serta mengembangkan lembaga keuangan Koperasi.
Berdasarkan ketentuan Pasal 61 dan Pasal 62 UU Perkoperasian tersebut maka Pemerintah mempunyai landasan hukum yang kuat untuk membantu memperkokoh permodalan koperasi, khususnya Koperasi yang sedang menghadapi masalah keuangan. Kebijakan untuk memperkokoh permodalan koperasi, khususnya KSP yang mengalami kesulitan keuangan, antara lain dapat dilakukan melalui hibah, pinjaman lunak dan atau melalui Modal Penyertaan kepada Koperasi.
Mengenai dasar hukum Pemerintah dalam menetapkan kebijakan pemberian dana talangan (bailout) terhadap KSP yang mengalami kesulitan keuangan, dapat kami uraikan sebagai berikut:
a. Pemberian hibah kepada koperasi oleh pemerintah diatur berdasarkan ketentuan Pasal 41 ayat (2) huruf d, yang mengatur bahwa koperasi dapat menerima hibah. Hibah tersebut ditempatkan dibukukan dalam kelompok modal sendiri dari koperasi;
b. Pemberian Pinjaman lunak oleh Pemerintah atau melalui lembaga keuangan Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank yang dimiliki pemerintah, Kebijakan ini didasarkan ketentuan Pasal 41 ayat (3) huruf c dan huruf e, yang mengatur bahwa Koperasi dapat mempunyai modal Pinjaman dari bank dan lembaga keuangan lainnya, serta sumber lain yang sah. Pengertian Sumber lain yang sah adalah pinjaman dari bukan anggota yang dilakukan tidak melalui penawaran secara umum.
c. Pemberian Modal Penyertaan kepada Koperasi dapat dilakukan oleh Pemerintah berdasarkan ketentuan Pasal 42 UU tentang Perkoperasian.Penjelasan Pasal 42 ayat (1) UU Perkoperasian ini mengatur bahwa pemupukan modal dari modal penyertaan koperasi, dapat bersumber dari Pemerintah maupun dari masyarakat dilaksanakan dalam rangka memperkuat kegiatan usaha Koperasi terutama yang berbentuk investasi. Modal penyertaan ikut menanggung resiko. Pemilik modal penyertaan tidak mempunyai hak suara dalam Rapat Anggota dan dalam menentukan kebijaksanaan Koperasi secara keseluruhan. Namun demikian, pemilik modal penyertaan dapat diikutsertakan dalam pengelolaan dan pengawasan usaha investasi yang didukung oleh modal penyertaannya sesuai dengan perjanjian. Persyaratan dan tatacara yang wajib dilakukan oleh pemerintan apabila akan memperkokoh permodalan koperasi, khususnya KSP yang mengalami kesulitan keuangan, melalui Modal Penyertaan ini diatur secara lebih terinci dalam Peraturan Pemerintah nomor 33 tahun 1998 tentang Modal Penyertaan Koperasi.
Demikian tanggapan saya, semoga bermanfaat.
Salam Koperasi