PALEMBANG—Tak bermimpi menjadi pengusaha songket terkenal, Kgs Bahsne Fikri memutuskan membuka toko yang diberi nama Fikri Koleksi pada 1997 hanya untuk meneruskan usaha keluarganya yang sudah turun temurun. Fikri mmeulai usahanya hanya dengan satu karyawan.
Ternyata alumni sebuah Perguruan Tinggi Islam Negeri di Palembang ini, ia tak menyangka bisa sukses melalui sektor perdagangan. Bukannya saja usahanya berkembang, tetapi pria kelahiran Palembang 1970 ini menjadi sociopreneur dalam bisnisnya. Dia memberdayakan perempuan dan anak putus sekolah untuk membantu usahanya.
”Kami cari yang punya semangat belajar tinggi, disiplin dan teliti. Sekaligus bisa membantu perekonomian mereka,” ujarnya seperti dalam siaran pers, Selasa (15/12/20).
Fikri Koleksi diperkuat sekira T50 orang perajin songket. Untuk memaksimalkan kinerja, Fikri juga membuat mess bagi karyawan yang tempat tinggalnya jauh dari pusat produksinya dan toko di Jalan Kiranggo Wiro Sentiko No 500 30 Ilir Palembang.
Fikri juga membantu para perajin yang menitipkan produknya di toko tersebut. Selain itu dia punya sekitar 20 perajin tenun binaan di Desa Tanjung Lago, Kab. Musi Banyuasin.
Kain songket Palembang memang mewah dan elegan. Eloknya pesona songket ini memberi bukti masa kejayaan Kerajaan Sriwijaya yang masih ada di kota Palembang.
Semua itu dituangkan dalam berbagai motif misalnya motif Bunga Cina, Bintang Berantai, Limar, dan sebagainya. Pembuatan songket FK menggunakan bahan baku berkualitas bagus, sehingga menghasilkan songket yang bagus pula.
Harga tenun songket Palembang yang ia jual bervariasi, mulai dari Rp1,8 juta – Rp 50 juta. Yang harganya Rp50 juta, menurutnya, usianya sudah lebih dari seratus tahun.
“Yang membuat mahal adalah histori atau sejarah dan bahan bakunya, termasuk benang sutera dan benang emas. Benang emas yang paling mahal adalah benang emas jantung, tapi kini sudah tidak diproduksi,” terang pria 50 tahun ini.
Dengan harga produk yang tinggi tersebut, Fikri dapat mengantongi omzet per bulan hingga ratusan juta rupiah. Namun, dampak pandemi Covid-19 membuat pendapatannya menjadi Rp30 juta saja. Di bawah binaan Pertamina, Fikri berharap usahanya dapat lebih berkembang dan mampu bertahan.
Sehingga bisa kembali meningkatkan produksi dan ikut pameran di dalam dan luar negeri, seperti yang pernah diikuti di Thailand, Malaysia, dan Singapura beberapa waktu lalu.







