Energi  

Bahlil: Indonesia Terbebas Impor Solar Bila Biofuel B50 Pada 2026 Diterapkan

Ilustrasi | Foto: Dapur Pacu.

Peluang News, Jakarta – Ketua Harian Dewan Energi Nasional (DEN) Bahlil Lahadalia melakukan rapat bersama dengan Komisi XII DPR RI, di Jakarta, Senin (2/12/2024).

Saat rapat ini, Bahlil mengatakan dengan mengimplementasikan biofuel jenis B50 pada 2026 secara langsung akan membuat Indonesia terbebas dari impor solar.

Hal tersebut, lanjut Bahlil, lantaran apabila bahan bakar diesel ramah lingkungan itu sudah diimplementasikan dua tahun ke depan, maka kebutuhan domestik bakal mencukupi.

“Kalau B50 kita langsung adakan di 2026 insya Allah tidak lagi kita melakukan impor solar. Sudah cukup dalam negeri, jadi produksi dalam negeri sudah cukup dengan konversi B50,” ujarnya.

Dia mengatakan untuk menuju implementasi B50 akan dilakukan secara bertahap. Pada 2025, misalnya, pemerintah menetapkan akan mewajibkan (mandatory) penggunaan biofuel jenis B40.

“Pada 1 Januari 2025 kita sudah go dengan B40,” katanya.

Bahlil yang juga Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tersebut mengungkapkan, biofuel jenis B40 dan B50, dikategorikan berdasarkan campuran ester metil asam lemak (fatty acid methyl ester/FAME) yang merupakan hasil pemurnian dari minyak kelapa sawit dengan BBM fosil.

Dia mencontohkan biodiesel tipe B40 yang memiliki kadar campuran FAME 40%, dan diesel fosil 60%.

B50 yang memiliki kadar campuran masing-masing 50%, atau B100 yang murni hanya terbuat dari FAME minyak kelapa sawit.

Sementara merujuk data Kementerian ESDM, impor solar Indonesia pada 2023 sebesar 5,14 juta kiloliter (kl). Angka ini turun secara tahunan pada tahun 2022 (year on year) yang sebesar 5,27 juta kl.

Kementerian ESDM pernah mengatakan butuh sekitar tujuh hingga sembilan pabrik pengolahan minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil/CPO) menjadi biodiesel tambahan untuk bisa memproduksi bahan bakar jenis B50.

Penambahan pabrik pengolahan CPO tersebut untuk mengejar celah antara kebutuhan konversi ke B50 yang membutuhkan biodiesel sebanyak 19,7 juta kiloliter, sementara saat ini total produksi dalam negeri baru sebanyak 15,8 juta kiloliter.

Kebutuhan produksi itu, menurut Kementerian ESDM, juga bisa dijadikan peluang investasi, mengingat untuk merealisasikan B50 butuh penanaman modal tambahan sebesar US $360 juta. []

Exit mobile version