hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza

Bahas Tantangan Global, Ketua Umum Kadin Indonesia Bertemu Paus Fransiskus 

Jakarta (Peluang) : Pertemuan itu menyepakati perubahan ekonomi global harus berdasarkan dialog antaragama dan budaya yang inklusif.

Menjelang Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (COP-27 UNFCCC) di Mesir dan KTT G20 di Bali, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia Arsjad Rasjid bertemu Paus Fransiskus di Vatikan, Roma, Italia.

Saat bertemu pemimpin tertinggi Gereja Katolik Sedunia itu, Arsjad bersama Presiden COP-24 dan Mantan Menteri Iklim & Lingkungan Polandia Michal Kurtyka membahas pengembangan ekosistem energi hijau dan ekonomi berkelanjutan.

Terkait KTT G20 dan B20 di Bali, Arsjad  menjelaskan sesuai dengan tema B20 ‘Advancing Innovative, Inclusive, and Collaborative Growth’ pertemuan di Bali akan mengedepankan pentingnya keadilan ekonomi dengan mengutamakan nilai kemanusiaan dan dialog lintas kepercayaan guna mewujudkan keadilan ekonomi.

“Adanya KTT G20 dan B20 di Bali, para pemimpin dunia memikirkan cara dunia melakukan transformasi untuk menghadirkan gerakan bersama, dalam melakukan pemulihan dunia dari aktivitas ekonomi yang mengancam. Seperti mempromosikan pengurangan emisi karbon, kerja sama dagang yang inklusif, dan sejumlah legacy lain yang terarah pada visi keberlanjutan, yang pada akhirnya menghadirkan kesejahteraan bagi seluruh dunia,” ujar Arsjad dalam keterangan resminya,  Jumat (4/11/2022).

Dalam dialog tiga pihak tersebut menyepakati bahwa perubahan mendasar dalam ekonomi global seyogyanya bersumber dari nilai-nilai moral, spiritual, dan agama.

Ketiganya pun menyepakati mempromosikan tidak hanya sekedar 3P (People, Planet, Profit), tetapi 5P yakni Peace (Perdamaian), Prosperity (Kesejahteraan), People (Masyarakat), Planet (Bumi), dan Partnership (Kolaborasi inklusif).

“5P ini sebagai prinsip utama melawan tantangan global saat ini,” ujar Arsjad.

Dalam kegiatan KTT G20 dan B20 di Bali, secara khusus Arsjad mengundang Paus Fransiskus berkunjung ke Indonesia tahun depan dan menggalang kerja sama dalam mewujudkan kelima prinsip utama tersebut. “Agar dapat diimplementasikan dalam kultur Indonesia, berdasarkan pada dialog antaragama dan budaya yang inklusif,” imbuhnya.

Menurutnya,tindakan nyata melawan tantangan global yang berujung pada ancaman kehidupan telah memengaruhi semua orang tanpa memandang ras, agama, keyakinan, kelompok, maupun organisasi.

Yakni dalam arti yang paling mendasar, tindakan nyata tersebut justru datang dari nilai-nilai agama yang menggerakkan setiap penganutnya untuk mendorong terciptanya ekonomi yang inklusif. Serta menjaga perilaku ekonomi tetap terkendali, dan bersama-sama melawan tantangan global saat ini.

Arsjad menegaskan, bahwa berbicara tentang pemulihan dunia dari ancaman perubahan iklim merupakan dialog lintas agama. 

“Kita dipanggil kepada planet yang tanpa batas, untuk bekerja bersama memulihkan dunia. Perubahan iklim adalah dialog lintas agama yang penting, karena didasarkan pada iman kita yang mewajibkan kita untuk merawat bumi, menciptakan kesejahteraan, menjamin tatanan hidup yang layak bagi generasi selanjutnya,” ungkap Arsjad.

Lebih lanjut, Arsjad menyatakan bahwa perdamaian menjadi persyaratan mutlak untuk segala sesuatu, yang berakar pada ajaran untuk berbuat baik dari semua agama dan keyakinan. 

“Kesejahteraan berkontribusi pada perdamaian karena mengakhiri kesenjangan sosial dan meminimalisir konflik,” ucapnya.

Sementara itu lanjut dia,  masyarakat adalah subjek dari pengembangan ekonomi, tanpa ada yang ditinggalkan, dan memastikan bahwa bumi tetap dijaga, dirawat, dan dilestarikan untuk generasi selanjutnya.

Sedangkan perjuangan untuk mewujudkan semua itu bergantung pada kolaborasi inklusif, tanpa membeda-bedakan asal usul dan latar belakang.

Paus Fransiskus juga menyerukan hal yang sama terkait panggilan dan solidaritas umat manusia terhadap pemulihan dunia dan lingkungan. 

Paus Fransiskus mengajak umat Katolik untuk melakukan pertobatan ekologis, sekaligus memberikan pesan kuat kepada para pemimpin dunia yang hadir di COP-27 di Mesir dan G20 secara serius memikirkan pengurangan jejak karbon dari aktivitas manusia.

Lebih lanjut, Paus Fransiskus menegaskan

dampak yang tak terkira dari bencana ekologis akibat perubahan iklim dan konflik geopolitik. Yakni seperti kekeringan, banjir, angin topan, krisis pangan, krisis air, serangan hama dan penyakit, serta ancaman terhadap kehilangan sumber-sumber penghidupan yang layak.

Melalui ensiklik Laudato Si, Paus Fransiskus mendorong aksi nyata, dan memberikan pesan universal kepada dunia untuk menghentikan kehancuran bumi, yang disertai dengan degradasi kehidupan umat manusia yang sedang dirasakan saat ini.

pasang iklan di sini