BALIKPAPAN—Sebelum pandemi, Wati Rahman harus menempuh perjalanan naik pesawat dari Balikpapan ke Entikong, Kabupaten Sangau, Kalimantan Barat. Dari kota kecil itu, dia naik bus membawa kerajinan batu, manik dengan brand Bahalap melintasi perbatasan ke berbagai daerah di Malaysia.
“Sudah lima belas tahun, sebulan dua kali saya bolak-balik Malaysia. Di sana juga lebih dari seminggu karena harus karena harus berbagai daerah untuk mengunjungi agen dan pernah hanya beberapa hari di rumah lalu harus berangkat lagi,” ujar Wati ketika dihubungi Peluang, Selasa (23/3/21).
Perempuan asal Dayak Ngaju ini bersama suaminya mendirikan kerajinan asal sukunya dan juga dari Dayak Kenyah setelah menikah pada 1990-an. Tekadnya melestarikan budaya daerahnya agar tidak punah. Bahalap dalam Bahasa Dayak Ngaju artinya bagus atau cantik. Selain kerajinan batu dan manik,mani, Wati juga membuat tas tangan dan keranjang dari bahan rotan.
“Sambutan pasar lumayan sebelum pandemi, saya bisa meraup sekitar Rp500 juta setahun,” ujar Wati yang berkantor di UKM Center, Dekranasda, Balikpapan dan di Gallery Kriya Hotel Gran Senyur Hotel, Balikpapan. Dia juga menjadi binaan Bank Indonesia yang mengenalkan cara-cara melakukan ekspor.
Produknya dijual beragam mulai Rp5.000 berupa gantungan kunci, kalung batu seberat 200 gram, ukuran 72 cm, seharga Rp475 ribu ukuran kecil dan Rp625 ukuran besar, kalung batu biduri sepah 200 gram seharga Rp375 ribu, Batang Huma Untai 100 gram ukuran 77 cm, seharga Rp325 ribu dan 10 varian produk lainnya.
Bahan-bahan produknya didapat dari Samarinda. Sehari, Wati dan satu orang pengrajinnya dapat menyelesaikan 100 hingga 200 gelang per hari. Namun jika mengerjakannya sendiri, Wati mampu menghasilkan 50-an gelang.
Pengrajin Wati adalah ibu rumah tangga dan anak-anak di sekitar komplek rumahnya di kawasan Sepinggan Pratama. Sistem yang ia gunakan tidak terikat, jadi jika pengrajin sedang ingin libur, dia mengerjakannya sendiri.
“Ada lebih dari 10 pengrajin, kalau yang ibu rumah tangga saya percayakan, saya kasih bahan untuk mereka buat di rumah sendiri. Jadi mereka tidak perlu meninggalkan anak-anak mereka,” tambah dia.
Pandemi berdampak pada usahanya. Penjualan ke Malaysia berkurang, namun tidak lagi banyak. Hanya saja Wati tidak lagi leluasa melakukan perjalanan ke Malaysia, tugasnya digantikan karyawannya.
“Ke depan, saya menjajaki ekspor ke Singapura. Saya aka mengirimkan barang contoh dulu,” ungkap ibu dari empat anak itu dengan penuh optimis. Usahanya juga akan diteruskan oleh anak-anaknya yang sudah mengenal cara pembuatan hingga pemasaran (Van).







