hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza

Ayu dari Gianyar, Produk Kerajinannya Tembus Pasar Dunia

GIANYAR—Sekitar 23 tahun lalu seorang perempuan asal Gianyar, Bali  Ni Ketut Bakati Anggraeni merintis kerajinan kayu dengan modal sendiri sebesar Rp50 juta.  Perempuan yang karib disapa Ayu ini memproduksi hiasan dinding, meja kerja, serta berapa peralatan makan seperti mangkuk dan gelas kayu.

Produksi perempuan kini berusia 49 tahun ini dengan brand Bali Bakti Anggara, rupanya diminati mancanegra, seperti Amerika Serikat, beberapa negara Eropa dan Asia.

Ayu menyampaikan bahwa  sekitar 60 persen market kerajinannya ada di Amerika Serikat, 30 persen di Eropa dan sisanya di Asia termasuk pasar dalam negeri. Aneka produk kerajinan tersebut dijual mulai dari US$2,5 hingga US$100 atau berkisar Rp35.600 hingga Rp1,4 juta per-produk.

Dalam kondisi normal, Ayu biasanya mampu mengekspor sebanyak 30-100 kontainer dan meraup omset hingga 50 ribu dolar AS atau setara Rp710 juta per semester.

Bisnis skala UKM yang dijalankan Ayu banyak mempekerjakan perempuan. Ini bukan tanpa maksud. Pasalnya, di daerahnya di Kelurahan Abianbase, Gianyar, Bali, banyak perempuan yang sudah berkeluarga tetapi kesulitan mendapatkan pekerjaan.

Ayu memutuskan memberdayakan perempuan setempat, terutama dalam proses pengemasan. Namun seperti halnya pelaku UMKM lainnya  “Bali Bakti Anggara” juga terdampak pandemi Covid-19.

Pandemi menyebabkan  permintaan pasar yang lesu terdampak pandemi, Ayu harus melakukan sejumlah penyesuaian, termasuk jumlah pekerja. Saat ini, dia hanya bisa mempekerjakan sekitar 23 orang, di mana 12 orang di antaranya merupakan pekerja perempuan.

Namun jatuh bangun hal yang biasa dialaminya. Pada 2012 lalu, usahanya terimbas perubahan tren di masyarakat. Kerajinan kayunya selama ini fokus pada kerajinan tradisional asli Bali yang banyak mengandung kreativitas ukiran. Namun ternyata tren di pasaran saat itu berubah, dan ini mempengaruhi usahanya.

“Kita sempat terlambat mengikuti tren tersebut. Beruntung saya mendapat bantuan dari Pemerintah Belanda dimana mereka memiliki program untuk membina usaha kecil di negara berkembang, nah usaha saya terpilih,” ucap Ayu dalam keterangannya, Sabtu (12/6/21).

Kesempatan itu dimanfaatkan Ayu sebaik mungkin untuk belajar dan lebih mengasah lagi kreativitas. Harapannya agar bisa menghasilkan produk-produk kerajinan kayu yang kekinian mengikuti roda zaman. Berkat pembinaan dari Pemerintah Belanda selama setahun akhirnya usaha kerajinannya normal kembali dan lebih berkembang.

Kemudian Ayu mendapatkan tantangan lain yang dihadapi adalah terkait shipping buyer payment (sistem pembayaran dari pembeli). Pada masa pandemi Covid-19 seperti ini, masa tunggu menjadi lebih lama yakni sekitar 60 hari dari biasanya 30 hari.

Kondisi itu tentu mempengaruhi cash flow dan dia membutuhkan tambahan modal usaha. Kali ini Ayu menjadi Bank Rakyat Indonesia. Dia  terlepas dari kendala itu dan bisa melanjutkan usahanya.

 “Saya sangat terbantu, karena pengaruhnya ketika kita mendapat order dari buyer kemudian payment-nya harus menunggu lama, maka dengan bantuan modal dari BRI itu sangat membantu,” pungkas dia.

pasang iklan di sini