hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza

Jayanti, Perajin Ikan Asin dari Teluk Lada: Bertahan di Tengah Ombak dengan Kekuatan Gotong Royong Koperasi

Jayanti, Perajin Ikan Asin dari Teluk Lada: Bertahan di Tengah Ombak dengan Kekuatan Gotong Royong Koperasi
Jayanti, perajin ikan asin dari Teluk Lada, yang bertahan dengan kekuatan Gotong Royong Koperasi Syariah BMI/dok.ist

PeluangNews, Pandeglang – Sudah lima hari laut di Teluk Lada, Panimbang, Pandeglang, bergejolak. Angin kencang dan ombak tinggi membuat para nelayan menambatkan perahu di dermaga. Di rumah panggung sederhana di Desa Neglasari, Jayanti (33) duduk di teras, menjemur ikan asin yang belum kering sempurna. Matanya sesekali menatap laut lepas—hamparan biru yang kini tampak muram.

“Kalau cuaca begini, suami saya libur melaut. Ya sabar saja, rezeki sudah diatur,” ujarnya sembari tersenyum, mencoba menepis cemas.

Jayanti adalah anggota Koperasi Syariah Benteng Mikro Indonesia (Kopsyah BMI) Rembug Pusat Rajungan, Cabang Panimbang. Ia bukan sekadar penjual ikan, tetapi juga produsen ikan asin yang tekun. Bahan bakunya berasal dari bagan apung milik suaminya, Waryo Sunarto (36), nelayan kecil yang setiap hari menantang ombak di Teluk Lada. Setiap pagi, Waryo berangkat melaut dengan perahu kecil, dan menjelang sore, ia pulang membawa hasil tangkapan yang disambut tangan Jayanti dan tawa dua anak mereka.

Agustus lalu, Jayanti memberanikan diri mengajukan pembiayaan Rp22 juta ke Kopsyah BMI untuk memperbaiki dan memperkuat bagan apung suaminya. “Alhamdulillah, dari pembiayaan BMI, kami bisa memperbaiki bagan apung. Untuk bangun satu unit saja butuh sekitar Rp50 juta,” ujarnya. Kini, bagan apung mereka lebih kokoh menahan arus, dan hasil tangkapan meningkat ketika musim baik tiba.

Tak berhenti di situ, Jayanti juga menanamkan simpanan saham koperasi sebesar Rp15 juta. Ia memahami koperasi bukan hanya tempat meminjam uang, melainkan wadah kebersamaan dan tolong-menolong. “Kalau saya maju, anggota lain juga ikut merasakan. Di koperasi, kami belajar tumbuh bersama,” katanya.

Sejak kecil, Jayanti sudah akrab dengan aroma ikan asin. Sang ayah, seorang nelayan, menurunkan keahlian itu kepadanya. Kini, dengan dukungan koperasi, ia mampu melanjutkan usaha keluarga dengan cara yang lebih modern dan berdaya saing.

Di balik jemuran ikan asin, hidup semangat gotong royong yang menjadi napas keseharian mereka. Suami, istri, dan koperasi saling menopang seperti jaring yang menahan ombak. “Kalau laut tenang, kami kerja sama-sama. Kalau ombak tinggi, koperasi yang bantu kami tetap bertahan,” ucap Jayanti lirih namun penuh syukur.

Bagi Jayanti, gotong royong bukan hanya kerja bakti atau bantu tetangga saat panen, tetapi semangat untuk saling menopang agar semua bisa maju bersama. “Kalau saya butuh modal, koperasi bantu. Kalau anggota lain kesulitan, kami bantu lewat kencleng. Begitu cara kami saling kuatkan,” katanya.

Dari Kopsyah BMI, Jayanti belajar tentang ekonomi yang manusiawi—berlandaskan saling percaya, tolong-menolong, dan berbagi keberkahan. Setiap rupiah yang ia simpan atau bayarkan, kembali dalam bentuk manfaat bagi sesama anggota. Rembug pusat menjadi ruang pembelajaran, bukan sekadar tempat transaksi. Di sanalah Jayanti menemukan cara bertahan hidup yang baru: bersama, bukan sendiri.

Kini, meski badai laut datang silih berganti, Jayanti dan Waryo tak lagi khawatir. Mereka punya sandaran yang kokoh—keluarga, usaha yang terus tumbuh, dan koperasi yang hadir sebagai jaring pengaman saat ombak menggila.

“Gotong royong itu bukan teori,” kata Jayanti, tersenyum. “Itu cara kami hidup.”

Koperasi Sebagai Jaring Sosial

Terpisah, Direktur Utama Kopsyah BMI, Kamaruddin Batubara, menuturkan bahwa kisah Jayanti mencerminkan wajah nyata ekonomi gotong royong yang dihidupkan koperasi. “Jayanti adalah potret perempuan tangguh pesisir Selatan Banten. Melalui koperasi, ia tidak hanya bertahan, tetapi tumbuh bersama keluarganya. Itulah esensi gotong royong koperasi yang kita perjuangkan,” ujarnya.

Menurut Kamaruddin, koperasi harus menghidupkan kembali budaya tolong-menolong di tengah ekonomi modern yang cenderung individualistik. “Kita ingin mengembalikan ruh ekonomi kerakyatan—di mana pembiayaan bukan sekadar transaksi, tapi bentuk solidaritas ekonomi yang berkeadilan,” katanya.

Ia menambahkan, Kopsyah BMI berkomitmen menghadirkan pembiayaan produktif bagi nelayan, petani, dan pelaku usaha kecil. “Di Panimbang, kita melihat potensi besar. Ketika bagan apung diperbaiki, ekonomi keluarga bangkit, dan efeknya menular ke lingkungan sekitar,” jelasnya.

“Gotong royong adalah kekuatan kita,” tegasnya. “Ketika anggota seperti Jayanti menabung, berinvestasi, dan berpartisipasi aktif, itu bukan hanya demi dirinya, tapi juga demi ribuan anggota lain yang menanti giliran ditolong. Itulah koperasi syariah: ekonomi yang berputar karena kebersamaan.”

Dari Laut ke Koperasi: Gelombang Kecil yang Mengubah Hidup

Jayanti mungkin hanya satu dari ribuan anggota Kopsyah BMI. Namun, dari perahu kecilnya di Teluk Lada, ia mengajarkan arti besar dari ketekunan, keikhlasan, dan gotong royong. Di tengah ombak yang tak selalu bersahabat, ia memilih untuk tidak menyerah—karena tahu, di laut kehidupan ini, yang paling kuat bukan perahu besar, melainkan mereka yang saling menopang. (RO/Aji)

Baca Juga:Tingkatkan Layanan untuk Anggota, Kopsyah BMI Hadirkan Skim MTG Perluasan

pasang iklan di sini