octa vaganza

Ateng Zaelani, Perjuangan dari Petani hingga Wirusahawan Olahan Susu

BANDUNG—Kehidupan itu seperti roda berputar ada kalanya berada di atas dan ada kalanya berada di bawah.  Ungkapan itu tidak pernah usang dirasakan Ateng Zaelani, seorang pengusaha olahan susu di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung.

Sejak muda, Ateng meneruskan pekerjaan kakek dan ayahnya bertani dan beternak. Sayangnya pada 1998, usahanya terkena dampak krisis ekonomi hingga bangkrut.  Pada 2004, dia mulai merintis  mengolah hasil pertanian seperti kripik singkong, sale pisang dan olahan susunya mengambil dari produksi orang dengan membuka kios kecil

“Pada awal 2006, saya tertarik memproduksi caramel. Kakek dan ayahnya pernah mengajarkn susu yang tak terjual dibuat permen kemudian ditambah gula pasir, baru diaduk dalam wajan sampai kental hingga warna kecoklatan. Setelah dingin dipotong jadi dadu. Saya kemudian banyak bertanya pada orang  yang membuat olahan susu, ” kenang Ateng ketika dihubungi Peluang, Kamis (5/8/21).

Usahanya kemudian berkembang karena ditunjang lokasi yang berada di pinggir dan mengikuti  pameran yang diadakan berbagai dinas di Kabupaten Bandung,  Varian produknya bertambah permen caramel original dan rasa kopi.

Dia kemudian membuat dodol susu, dengan varian original, nangka, durian hingga produk yoghurt dengan 10 rasa varian, serta membuat kerupuk susu.  Ateng mendapatkan pesanan dari tempat wisata, pasar swalayan, minimarket bahan mluas ke Kota Bandung dan Cirebon.

Harga produknya antara Rp45 ribu hingga Rp55 ribu pe rkilogram dan yoghurt di kisaran Rp18 ribu hingga Rp22 ribu per liter.  Dengan brand Barokah, Ateng meraup omzet rata-rata Rp88 juta per bulan bahkan bisa lebih. Tapi itu sebelum pandemi.

Badai pun datang dan ibarat roda, Ateng kembali mendapatkan ujian, pada awal pandmei omzetnya anjlok antara 45-60%, Sedangkan sekarang khususnya setelah PPKM usahanya anjlok di angka 30 % dan pengiriman sudah jarang dan sangat sedikit produksi.

“Untuk bisa bertahan selain doa. Saya ikhtiar dengan tidak menaikan harga jual walaupun harga bahan baku pada naik dan kadang susah barangnya. .Kemudian saya memberikan diskon kpd pembeli eceran apabila beli dari  satu kilogram dan selalu mengantar  pesanan walaupun melewati wilayah batas antar yang disepakati,” papar Ateng.

Dia mengaku, bantuan yang diharapkan dari pemerintah belum didapati, khususnya modal. Sementara pemasaran masih dibatasi dan tempat wisata masih banyak yang ditutup. Tidak  ada gunanya tetap saja produksi  kalau tidak laku, tidak ada keuntungan dan 18 karyawan diliburkan.

Ateng mengakui kelemahan usaha olahan susu di Kabupaten Bandung sangat dipengaruhi oleh kunjungan wisatawan karena caramel, dodol susu,  krupuk susu dan yoghurt adalah oleh oleh khas bandung khususnya Pangalengan dan tidak akan ada ditempat lain.  Kontribusi wisatawan  yang datang langsung mencapai 90%, sementara kontribusi penjualan melalui daring kurang dari 1%.

“Seharusnya pemerintah daerah harus melindungi olahan dari susu ini karena ditempat lain di kabupaten dan provinsi lain tidak ada beda dengan olahan lainnya seperti rupa rupa  kripik di kabupaten dan provinsi lain pasti ada,” tutur Ateng.

Bagaimana rencana ke depan, seandainya pandemi berakhir?  Ateng mengaku memproduksi tahu susu yang baru dirintisnya enam bulan sebelum pandemi. Pada waktu itu  pasarnya sangat bagus, namun menghadapi kendala karena masa kadaluarsanya pendek.

“Insha Allah, saya akan kembangkan kembali,” tutup dia. Tentunya rodak kehidupan akan kembali ke atas. Amin. (Irvan).

Exit mobile version