hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza
Fokus  

Asuransi Jiwa Masih Tersendat

Meski jumlah tertanggung naik, namun pendaatan premi perusahaan asuransi jiwa berkurang. OJK pun turun tangan untuk memulihkan kembali kepercayaan pemegang polis.

Tekanan terhadap industri asuransi jiwa belum berakhir, setidaknya sampai periode Maret 2023. Ini tidak lepas dari rentetan kasus gagal bayar yang penyelesaiannya belum sepenuhnya tuntas sehingga memengaruhi kepercayaan konsumen terutama terhadap produk asuransi yang dikaitkan dengan investasi (PAYDI) atau lebih dikenal dengan unit link.

Melansir data OJK per Maret 2023, nominal premi asuransi jiwa masih tertekan dengan mencatatkan penurunan sebesar 9,81% secara tahunan menjadi Rp44,84 triliun dibanding periode sama pada tahun sebelumnya sebesar Rp49,72 triliun.  Jika kondisi ini tidak segera dibenahi, maka pendapatan industri yang tergerus pada tahun lalu akan terulang di tahun ini.

Dalam laporan Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), dari 58 perusahaan asuransi jiwa yang beroperasi di Indonesia, pada 2022 total pendapatan sebesar Rp223 triliun, menurun 7,5% jika dibandingkan 2021.

Menurut Budi Tampubolon, Ketua Dewan Pengurus AAJI, penurunan pendapatan industri asuransi jiwa pada tahun lalu sebagian besar dipengaruhi oleh shifting produk  dan metode pembayaran premi oleh masyarakat. “Secara umum pendapatan premi industri  asuransi jiwa tercatat mengalami penurunan termasuk pendapatan premi bisnis baru,” ungkap Budi.

Yang menarik, meski pendapatan premi turun namun jumlah tertanggung justru meningkat. Sampai akhir tahun lalu, total tertanggung industri asuransi jiwa berjumlah 85,01 juta orang yang terdiri dari 29 juta orang tertanggung perorangan dan 56 juta orang tertanggung kumpulan. Jumlah itu naik sebesar 30,4% dibandingkan 2021.

Peningkatan jumlah tertanggung mengindikasikan bahwa masyarakat semakin menyadari pentingnya perlindungan asuransi jiwa sebagai salah satu perencanaan keuangan masa depan.  Situasi ini sebenarnya merupakan peluang bagi industri di tengah masih minimnya literasi konsumen pada produk asuransi jiwa.

Hasil survei literasi dan inklusi asuransi oleh OJK pada tahun lalu menunjukkan angka yang cukup rendah jika dibandingkan dengan perbankan. Indeks literasi asuransi berada pada angka 31,72% sedangkan inklusinya baru mencapai 16,63%.

Dalam pandangan AAJI, pertumbuhan pada total tertanggung namun masih tertahannya pendapatan premi  mengindikasikan bahwa target market industri asuransi jiwa sudah semakin luas. Selain itu, produk asuransi yang dipasarkan oleh industri sudah menyasar  kepada kalangan masyarakat middle to low  yang ingin memiliki perlindungan asuransi namun  dengan nilai premi yang relatif kecil.

Untuk menjaga tingkat Kesehatan keuangan perusahaan asuransi jiwa, OJK bertindak gercep dengan menerbitkan POJK Nomor 5 Tahun 2023 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 71/POJK.05/2016 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi dan POJK Nomor 6 Tahun 2023 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 72/POJK.05/2016 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi dengan Prinsip Syariah.

Penerbitan kedua POJK tersebut dilatarbelakangi pertimbangan bahwa ketentuan batasan maksimum investasi pada pihak terkait untuk aset selain PAYDI dinilai masih terlalu besar sehingga belum dapat mencegah risiko konsentrasi yang berlebihan. 

Di samping itu, untuk aset PAYDI belum terdapat ketentuan batasan maksimum investasi pada pihak terkait dan bukan pihak terkait sehingga pemegang polis berpotensi menghadapi risiko konsentrasi yang tinggi serta berpotensi adanya pengelolaan aset PAYDI yang disalahgunakan hanya untuk kepentingan grup/afiliasi perusahaan.

OJK mengklaim, penyempurnaan regulasi tersebut bertujuan untuk menjaga kesehatan keuangan perusahaan dan mengoptimalkan kinerja investasi termasuk pada unit link. Seperti diketahui, selama ini unit link merupakan nyawanya perusahaan asuransi jiwa. Produk ini pula yang menarik minat konsumen karena imbal hasil yang dijanjikan cukup aman untuk memenuhi kebutuhan jangka panjang.

Pada tahun lalu, total investasi industri tercatat meningkat sebesar 1,3% dari tahun sebelumnya. Penempatan investasi masih didominasi di instrument Saham dengan total penempatan sebesar 29,5% dari total investasi secara keseluruhan atau setara dengan Rp158,51 triliun. 

Meski saham masih dominan, namun jika dilihat dari  pertumbuhannya industri asuransi jiwa saat ini lebih fokus pada penempatan investasi jangka  panjang seperti pada instrumen Surat Berharga Negara (SBN).  Sampai Desember 2022, total penempatan investasi pada instrumen SBN tercatat sebesar Rp143,57 triliun atau  berkontribusi 26,7% dari total keseluruhan investasi.

Regulasi terbaru dari OJK tersebut mengatur antara lain mengenai batasan investasi pada pihak terkait dan pihak yang bukan pihak terkait. Ketentuan batasan investasi tersebut perlu disesuaikan untuk mendorong perusahaan agar lebih hati-hati dalam penempatan investasi dengan mempertimbangkan kemampuan permodalan perusahaan dalam menanggung risiko terkait penempatan investasi.  

Selain itu, penyesuaian juga dilakukan terhadap pengecualian kewajiban pembentukan dana jaminan bagi perusahaan asuransi yang menjadi peserta program penjaminan polis sebagaimana diatur dalam Pasal 83 ayat (6) Undang-Undang  Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK).

Budi menambahkan, AAJI berharap kehadiran regulasi terbaru dari OJK dan UU P2SK akan semakin memperkuat sistem perlindungan terhadap pemegang polis asuransi. “Program Penjaminan Polis (PPP) yang saat ini menjadi prioritas dari UU P2SK merupakan cita- cita bersama seluruh pelaku industri asuransi jiwa,” pungkas Budi.

Sementara dari sisi pemegang polis berharap terbitnya regulasi baru OJK akan mengatur lebih tegas tentang adanya proses welcoming call, perekaman, perubahan ketentuan waiting period dan cuti premi serta peningkatan transparansi pengelolaan dana pada unit link. Sehingga akan menambah rasa aman atas investasi yang telah ditanamkan. Jika pemegang polis merasa aman, industri pun akan diuntungkan dengan berkurangnya tekanan terhadap pendapatan premi. (Kur). 

pasang iklan di sini