SUKABUMI—Bekerja itu memang membahagiakan, jika sesuai dengan hati, pas dengan pendidikan dan berada di habitat yang tepat pula. Hal ini yang dialami Asep Anwar (28 tahun), seorang milenial asal Sukabumi.
Menempuh pendidikan di bangku SMK Pertanian, kemudian melanjutkan pendidikan di Jurusan Teknologi Industri Benih, Institut Pertanian Bogor, Asep memang sempat bekerja di sebuah perusahaan industri dan sebuah BUMN yang juga berhubungan dengan dunia pangan dan pertanian.
“Saya memutuskan untuk menerapkan ilmu yang saya dapat di bangku sekolah dan kuliah di lapangan dibandingkan bekerja di kantoran, menjadi petani,” ujar Asep ketika dihubungi Peluang, Rabu (9/2/22).
Dengan modal awal belasan juta rupiah, Asep memulai pertanian dengan cara hidroponik dengan menggunakan greenhouse dengan luas 160 meter persegi dengan kapasitas produksi 2.400 lubang tanaman dengan lokasi di Kecamatan Nagrak, Kabupaten Sukabumi.
Asep fokus dengan tanaman selada kerinting dan sawi packcoy. Untuk fokus sekali panen 30 hingga 50 kilogram per komoditas per minggu dengan harga Rp15 ribu hingga Rp25 ribu per kilogram.
Dia menjual sayurnya melalui pengepul, namun ada juga langsung ke konsumen. Namun Asep lebih suka bisa menjual langsung dengan konsumen sebab selisih harganya bisa sampai 50 persen. Hingga saat ini bisnis hidroponik mulai menanam hingga menjual dilakukan sendiri, tanpa menggunakan tenaga karyawan.
Dalam menjalankan bisnis ini, Asep mengaku belum terdampak pandmei Covid-19. Namun dia mengakui ada koleganya terdampak karena ada beberapa konsumen yang menyerap sayuran tutup bahkan beralih ke sayur konvensional.
Pertanian hidroponik menurut Asep memikat milenial di daerahnya. Paslanya bertani dengan cara ini bertani tidak harus “kotor-kotoran”.
Asep mengimbau rekan-rekan sebayanya untuk terjun ke dunia pertanian. Selain untuk memberi inovasi juga punya prospek cerah milenial harus mau bertani.
“Karena selama kita masih hidup manusia masih perlu makan dari hasil pertanian. Jadi mengapa harus malu menjadi Petani?” tutupnya (Irvan).