
PeluangNews, Jakarta – Seberapa sering kah Anda berkunjung ke Kota Depok? Kota sebagai salah satu daerah penyangga Kota Jakarta itu kini telah menjelma menjadi “Kota Satelit” dan “Kota Pendidikan”.
Kota tersebut sangat banyak dihuni oleh warga yang bekerja di Ibu Kota Negara, DKI Jakarta. Maka, tak heran bila Depok menjadi kota dengan proporsi komuter (orang yang bepergian untuk bekerja) tertinggi di Indonesia.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), proporsi komuter terhadap populasi kota di selatan Jakarta itu mencapai 18,52% dari total populasi kota. Depok merupakan kota dengan pekerja ulang-alik terbanyak di Indonesia.
Kegiatan komuter tentu memberikan dampak pada pembangunan daerah asal maupun daerah komuter. Contohnya, peningkatan akses transportasi dan penyerapan tenaga kerja.
Kota Depok memang telah banyak berubah. Sebelumnya, Depok hanyalah sebuah daerah kecamatan di wilayah Parung, Kabupaten Bogor. Namun sejak 1999, Depok telah menjelma menjadi sebuah kota madya. Daerah yang tadinya banyak dijumpai lahan terbuka hijau berupa kebun dan rawa-rawa, kini bertransformasi menjadi sebuah kota ‘hunian imigran’ dan pusat bisnis/ perniagaan, serta memiliki beberapa perguruan tinggi ternama seperti UI dan Universitas Gunadarma.
Pertumbuhan penduduk di Kota Depok juga tergolong cepat. Menurut data Kemendagri pada pertengahan 2023, jumlah penduduknya sebanyak 1.927.867 jiwa.
Sedangkan pada 31 Desember 2024, diperkirakan mencapai 2.010.912 jiwa. Namun pada Maret 2025, Badan Pusat Statistik Kota Depok mencatat, jumlah penduduknya diperkirakan mencapai 2.163.635 jiwa.
Pertumbuhan penduduk Depok sejalan dengan pesatnya perkembangan pembangunan di Kota Belimbing itu. Akses jalan tol pun bermunculan, sehingga Depok semakin dikenal dan menjadi daerah tujuan hunian.
Belakangan, kota di pinggiran Kota Jakarta ini heboh soal kebijakan kontoversial wali kotanya, Supian Suri yang mengizinkan kendaraan dinas dipakai untuk mudik Lebaran lalu. Atas hal ini Gubernur Jawa Barat Deddy Mulyadi terkesan marah. Ia tak setuju dengan kebijakan itu. Nama Kota Depok pun semakin melambung, dikenal masyarakat.
Tapi tahukah Anda asal usul nama Depok, yang sebenarnya adalah singkatan sebuah komunitas dari Bahasa Belanda? Nama Depok diberikan oleh seorang pria berkebangsaan Belanda yang merupakan pegawai VOC. Begini asal usulnya:
Catatan sejarah menunjukkan bahwa wilayah yang kini dinamakan Depok pernah menjadi pusat Residensi Ommelanden van Batavia atau Keresidenan Daerah sekitar Jakarta berdasarkan Keputusan Gubernur Batavia per tanggal 11 April 1949.
Adapun nama Depok berasal dari singkatan bahasa Belanda, yakni De Eerste Protestantse Organisatie van Kristenen. Dalam bahasa Indonesia, kalimat tersebut memiliki arti “Organisasi Kristen Protestan Pertama”. Bagaimana Depok berkaitan dengan sejarah Kristen Protestan tak terlepas dari peran Cornelis Chastelein.
Chastelein adalah pegawai VOC selama 20 tahun. Dia memulai karier di kongsi dagang itu sejak usia 20-an. Dari semula hanya pengawas gudang, kariernya perlahan naik hingga dia dipercaya menjadi saudagar utama dan anggota Dewan Kota Batavia.
Selama kariernya, pria kelahiran 1658 itu mendapat gaji bulanan sekitar 200-350 gulden. Angka itu cukup besar pada masanya dan dia jadi salah seorang yang cukup pintar mengelola uang.
Alih-alih dihamburkan, gaji tersebut dialihkan untuk membeli tanah di sekeliling Batavia. Dalam Depok Tempo Doeloe (2011) dijelaskan, tanah pertama yang dibelinya pada 1693 itu berada di kawasan Weltevreden yang kini disebut Gambir. Tanah tersebut lantas difungsikan untuk menanam tebu.
Dua tahun setelahnya, Chastelein memutuskan pensiun dari VOC dan kemudian membeli lagi tanah di Serengseng yang kini disebut Lenteng Agung. Di lahan baru inilah dia menikmati masa pensiun dan menjalani kehidupan baru sebagai tuan tanah. Di sana dia membangun rumah besar dan banyak membawa orang tak hanya keluarga.
“Ketika pindah ke Serengseng, Chastelein bukan hanya membawa keluarganya melainkan juga budak-budaknya,” tulis Tri Wahyuning M. Irsyam dalam Berkembang dalam bayang-bayang Jakarta: Sejarah Depok 1950-1990-an (2017:41).
Total budak yang dibawa mencapai 150 orang. Para budak umumnya dari luar Jawa dan kemudian di antaranya menganut agama Kristen. Tak seperti orang lain, Chastelein sangat menghormati budak-budaknya. Sebagai seorang Kristen yang taat, dia memahami persoalan hak asasi manusia, sehingga sangat menyayangi mereka. Atas dasar ini pula, dia membebaskan semua budaknya.
Para bekas budak yang kemudian jadi anak buah lantas ditugaskan Chastelein mengelola rumah besar di Serengseng. Selain itu mereka juga ditugaskan mengurus perkebunan yang baru saja dibelinya di kawasan Mampang, dan Depok. Seluruh lahan itu menghasilkan tanaman penghasil cuan, seperti tebu, lada, pala dan kopi.
Semua itu lantas membuat Chastelein makin kaya raya. Dia jadi salah satu orang terkaya di Batavia (kini Jakarta) sebelum akhirnya tutup usia pada 28 Juni 1714. Setelah wafat, orang-orang tak ribut ke mana perginya harta dan tanah miliknya.
Sebab, tiga bulan sebelum wafat, tepat pada 13 Maret 1714, dia sudah menuliskan surat wasiat. Bahwa dia ingin seluruh hartanya tak hanya dibagikan kepada keluarga, tapi juga dibagikan gratis kepada para bekas budak-budaknya yang dimerdekakan. Tujuannya supaya mereka bisa mandiri dan sejahtera.
Dia juga ingin tanah tersebut berfungsi sebagai tempat penyebaran agama Kristen di Batavia. Amanah ini kemudian membuat para bekas budak Chastelein mendirikan komunitas bernama De Eerste Protestantse Organisatie van Kristenen atau Organisasi Kristen Protestan Pertama. Perlahan, tanah tempat komunitas itu berada berubah nama menjadi Depok, singkatan dari nama komunitas tersebut. Para anggota komunitas atau keturunannya kelak disebut sebagai ‘Belanda Depok’.
Seiring berjalannya waktu, Depok tetap menjadi nama wilayah di era modern sekarang ini. Hanya saja, belakangan ini berbagai kepanjangan baru bermunculan terkait asal-usul Depok.
Antara lain, ada yang mengartikan Depok sebagai “Daerah Pemukiman Orang Kota.” Bahkan, ada juga yang menyebut Depok berasal dari singkatan “Daerah Pelarian Orang Kota (Jakarta)”. [berbagai sumber]