octa vaganza

Aroma Beras Organik Pringkasap Tercium hingga Jepang

SUBANG—Dedi Mulyadi patut dijadikan teladan bagi para pemuda desa, bahkan seluruh Indonesia. Setelah menamatkan pendidikan di Jurusan Teknologi Produksi dan Pengembangan Masyarakat Pertanian (TPPMP)Sekolah Vokasi, Institut Pertanian Bogor pada 2012, dia  pulang ke kampung halamannya di Desa Pringkasap, Kabupaten Subang, Jawa Barat.

Pria kelahiran  29 Maret 1991  mengatakan, semangat dia membangun desanya dengan menggali potensi yang ada.  Ternyata potensi yang paling memungkinkan hanya tanaman padi, karena daerah itu adalah sentra padi di Kabupaten Subang.

Hanya saja Dedi melihat para petani murung karena penurunan kualitas kesuburan lahan pertaniannya, padahal air irigasi selalu mengalir. Tapi ratusan hektar sawah di desa yang luasnya 627 hektare tidak bisa panen maksimal,

Jadi, menurut Dedi yang harus dia lakukan ialah melakukan inovasi bahwa sekalipun padi adalah tanaman tradisional, tetapi bisa mendapat nilai tambah.  Yang terlintas di benaknya ialah mengembangkannya menjadi beras organik.

Untuk ke arah sana, dia terlebih dahulu mengembangkan pupuk hayati, pupuk organik yang menjadi pintu gerbang ke arah pertanian organik. Gerakannya dimulai dengan tiga orang yang terlibat.

Peralihan dari pertanian konvensional ke organik cukup sulit karena mindset petani umumnya belum percaya dengan inovasi-inovasi pertanian baru.  Dia melakukan pengembangan beras organik melalui Komunitas Petani Organik Paguyuban Bumi Mandiri melibatkan 54 orang petani muda. Beras organik baru bisa disertifikasi setelah empat tahun untuk beras organik 2016.

“Proses agak lumayan lama. Saya tidak punya mentor.  Kita masih otodidak di awal-awal. Alhamdullilah ada dukungan dari dinas pertanian bisa terlaksana,” ujar Dedi ketika dihubungi Peluang, Rabu (8/12/21).

Varian produk yang diciptakan beras organik di bawh bendera Agrospora ini bermacam-macam, mulai dari  beras hitam, beras merah, beras cokelat, beras putih, bahkan  beras japonica  diproduksi. Dari harga kisaran Rp20 ribu hingga Rp35 ribu berdasarkan kualitas dan jenis beras.   

Rupanya upaya kerja keras Dedi ini, membuatnya tercium sejumlah pengusaha dari beberapa negara. Pada 2018 ada pengusaha dari Jepang datang untuk melihat proses bertani beras organik Pringkasap ini. Selain itu petani dan pengusaha asal Brasil juga pernah datang dan melakukan hal yang sama.

Beras Organik Pringkasap sendiri sebenarnya dipasarkan di Jakarta, Jabodetabek, serta kota-kota di Jawa Barat. Kalau omzet rata-rata menghasilkan Rp40-50 juta per bulan. Namun saat pandemi agak berkurang karena penjualan secara offline (luring) menurun.

“Pemasaran kemudian dilakukan  dengan membuat webstore mengoptimalkan media sosial atau secara daring (online),” imbuhnya.

Ke depan, Dedi menyatakan akan memperluas areal tanam ke depan, di luar Desa Pringkasap.  Untuk pemasaran dia juga memperluas  jke segmen yang belum digarap. Kini dia dan para petani sedang merintis pembentukan koperasi dan sedang  mengoptimalkan offtakernya.

“Kami ingin mendorong lebih banyak milenial untuk terjun ke pertanian dan dengan dukungan mlineial ini pertanian bisa dibangun lebih luas,” pungkasnya (Irvan).

Exit mobile version