hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza

ARKAD

“PAY yourself first,” itu nasihat pertama Algamish untuk Arkad. Tak peduli berapa pun penghasilanmu, sisihkan dulu sepersepuluh untuk membayar dirimu, maka kau akan kaya. Sejurus pegawai rendahan di kantor pemerintahan Kota Babylon itu ragu dengan nasihat sederhana itu. Dan, lanjut Algamish, jadikan upah yang sepersepuluh itu sebagai budak, suruh ia bekerja agar mampu menghasilkan upah baru, dan seterusnya hingga turunannya ke bawah.

Tidak mudah bagi Arkad menerima nasihat orang tua kaya dan bijak itu. Tapi ia memang bertekad merubah nasibnya  ke jenjang lebih terhormat. Belakangan, berkat frasa singkat itu, dan kiat Lima Hukum Emas Bekerja, Arkad berhasil jadi orang terkaya di Babylon.

Amsal menjadi kaya itu ditulis George Samuel Clason dalam The Richest Man In Babylon, tahun 1926. Sebuah fiksi inspirasional untuk kesenangan membaca dan persemaian prinsip-prinsip praktis kedisiplinan keuangan. Hampir mendekati seabad, tetapi frasa “pay yourself first” itu menjadi kiat klasik mengelola keuangan pribadi.

Jauh sebelum bukunya meluncur, Clason sudah dikenal sebagai penulis pamflet finansial.Mantan tentara ini hidup di tengah kelimpahan ketika perekonomian di Amerika Serikat sedang bergairah.  Di era 1920-an AS dijuluki ‘The Roaring Twenties’ yang memicu spekulasi besar-besaran  jutaan warga membenamkan investasinya di pasar saham. Abad yang bergairah ini menandai keunggulan budaya di AS dan masyarakat Eropa umumnya di bidang industri, transportasi mobil dan pesawat terbang, perfilman hingga musik dan radio.

Gairah dan glamor ekonomi itu sontak sirna, ketika Kamis 24 Oktober 1929 harga saham Wall Street ambruk, mengawali era depresi besar (The Great Depression) yang berlangsung hingga satu dekade. Kapitalisme runtuh, jutaan warga AS, termasuk Clason, mendadak bangkrut tatkala harga saham lumpuh layu.

Kendati sejumlah perusahaan yang dibangunnya ikut tergerus depresi besar, karya klasik Clason dengan tokoh imajinernya, Arkad, tetap jadi bacaan laris. Buku-buku tentang tip praktis keuangan itu belakangan terus muncul namun nama Clason tetap dikenang sebagai sang pemula.

Lima dekade kemudian, frasa “pay yourself first” mengalami metamorfosis lewat karya fenomenal Rich Dad Poor Dad, Robert Kiyosaki. Penulis AS keturunan Jepang itu mengingatkan bukan berapa besar gaji yang Anda peroleh tapi berapa banyak yang bisa ditabung. Di tahun 1977 itu, tesis Kiyosaki tentang uang dinilai nyeleneh. Ia  bahkan harus menerbitkan bukunya sendiri lantaran tidak ada penerbit yang sepaham dengan ide gilanya itu.

Jika nasihat Clason tidak disiapkan untuk menghadapi keruntuhan akibat Depresi Besar 1929, sebaliknya Kiyosaki mengajarkan agar para investor mengantisipasi keruntuhan ekonomi. Mereka  yang tidak punya kepercayaan, keberanian, dan visi sering tidak bisa melihat perubahan yang akan terjadi… sampai tahu-tahu semuanya telanjur kasip.

Tetapi ramalan ke depan acapkali dinilai sebagai kerja para pengkhayal. Guru marketing Jack Trout mengatakan sejarah dipenuhi prediksi berani yang tidak jadi kenyataan. Disebutnya contoh pernyataan Presiden Michigan Savings Bank pada 1903. ”Kuda akan terus ada, tetapi mobil tidak memiliki tren baru dan tidak akan bertahan lama,” ujarnya saat menasihati pengacara Henry Ford untuk tidak berinvestasi dalam Ford Motor Co.Yang juga menggelikan adalah prediksi Kenneth Olsen. Pada 1977, Pendiri dan Presiden Digital Equipment Corporation itu sangat yakin bahwa masyarakat tidak harus memiliki komputer di rumah mereka. Clason dan Kiyosaki agaknya dua entitas yang secara estafet mengajarkan kita tentang makna penggunaan uang. Beli sesuai kebutuhan alih-alih keinginan. Karya mereka jauh dari ilmiah, fiksional dan penuh daya khayal. Tetapi mereka telah menginspirasi: sesuatu yang, kata Kahlil Gibran, tak pernah bisa dijelaskan.  (Irsyad Muchtar)

pasang iklan di sini