hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza

APINDO Prediksi Ekonomi 2026 Tumbuh 5 Persen

Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) merilis Outlook Perekonomian Indonesia 2026
Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) merilis Outlook Perekonomian Indonesia 2026. Foto: Gema/Peluang

PeluangNews, Jakarta-Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) merilis Outlook Perekonomian Indonesia 2026, dimana perekonomian nasional sepanjang 2025 menunjukkan ketahanan yang cukup kuat di tengah tekanan global serta tantangan domestik. APINDO memproyeksikan pertumbuhan ekonomi 2026 berada pada kisaran 5,0 hingga 5,4 persen secara tahunan, mencerminkan prospek positif yang tetap memerlukan kewaspadaan terhadap sejumlah risiko.

Hal tersebut disampaikan Ketua Umum APINDO, Shinta W. Kamdani dalam Konferensi Pers Outlook Perekonomian 2026 yang digelar pada Senin (8/12/2025) di kantor APINDO. Ia hadir bersama jajaran pengurus APINDO, antara lain Wakil Ketua Umum Sanny Iskandar, Sekretaris Umum Aloysius Budi Santoso, Ketua Bidang Perdagangan Anne Patricia Sutanto, Ketua Bidang Industri Manufaktur Adhi Lukman, Ketua Bidang Ketenagakerjaan Bob Azam, serta pengurus bidang kebijakan publik Ajib Hamdani.

Shinta mengatakan bahwa kuartal I 2026 diperkirakan menjadi periode dengan momentum terkuat, ditopang oleh seasonal drivers seperti Tahun Baru, Imlek, Ramadan, dan Idul Fitri yang memberi multiplier effect pada sektor perdagangan, logistik, akomodasi, pariwisata, dan industri konsumsi. Ia mengingatkan potensi perlambatan pada kuartal II dan III seiring meredanya pengaruh musiman dan ketiadaan kebijakan pendukung pertumbuhan tambahan.

Di tengah ketidakpastian global seperti tensi geopolitik, fragmentasi perdagangan, dan potensi policy shocks termasuk tarif resiprokal, APINDO menilai pentingnya meningkatkan daya saing industri dan mengantisipasi tekanan eksternal yang berpotensi memengaruhi arus perdagangan serta nilai tukar.

“APINDO juga menyoroti bahwa sejumlah sektor usaha masih tertinggal dari pertumbuhan nasional. Kondisi ini menegaskan perlunya strategi lintas sektor untuk mendorong pertumbuhan yang lebih inklusif dan berkelanjutan,” ujar Shinta.

APINDO juga memproyeksikan inflasi 2026 berada pada kisaran 2,5 ± 1 persen, sejalan dengan target Bank Indonesia, didukung ekspektasi yang terjaga, kapasitas produksi yang memadai, serta tekanan harga impor yang stabil. Inflasi pangan bergejolak diperkirakan rendah dengan koordinasi TPIP–TPID dan penguatan ketahanan pangan. Defisit APBN 2026 diperkirakan berada pada 2,7 hingga 2,9 persen PDB, sehingga disiplin fiskal melalui optimalisasi pendapatan dan efisiensi belanja tetap menjadi fokus utama.

Rupiah diperkirakan bergerak di kisaran Rp16.500 hingga Rp16.900 per dolar AS dipengaruhi tekanan global dan potensi kenaikan suku bunga The Fed akibat lonjakan inflasi AS. Dalam kondisi ini, ruang penurunan suku bunga Bank Indonesia pada awal 2026 terbuka tetapi dapat menyempit apabila imported inflation meningkat.

Pertumbuhan kredit pada 2026 juga diperkirakan moderat, melanjutkan perlambatan sejak 2025 dan baru pulih secara bertahap menuju pertumbuhan single digit tinggi. Untuk menjaga momentum, investasi dan ekspor perlu menjadi pendorong utama. Target investasi sebesar Rp2.175 triliun dinilai realistis dengan prasyarat pertumbuhan 13 hingga 17 persen per kuartal, kelanjutan proyek strategis, perbaikan iklim usaha, serta dorongan hilirisasi. Ekspor juga ditargetkan berada pada kisaran 7 hingga 16 persen agar kontribusi sektor eksternal semakin kuat.

APINDO menilai reorientasi rantai pasok global menjadi peluang besar bagi ekspor Indonesia. Diversifikasi pasar ke Afrika, Asia Tengah, dan Amerika Latin perlu dipercepat, sambil tetap memperkuat hubungan dagang dengan Tiongkok, AS, India, dan Malaysia. Optimisme juga muncul dari potensi perjanjian dagang dengan AS serta percepatan 19 PTA/FTA/CEPA, termasuk EU–CEPA yang ditargetkan rampung pada 2027. APINDO mengingatkan risiko lonjakan impor akibat tarif AS dan melemahnya permintaan di pasar utama.

Di dalam negeri, tekanan fiskal dari pemangkasan TKD dan shortfall pajak menuntut modernisasi administrasi perpajakan. APINDO menyebut masih adanya hambatan struktural seperti lemahnya konsumsi akibat susutnya kelas menengah, tingginya informalitas, pengangguran muda, rendahnya kualitas tenaga kerja, serta investasi pencipta kerja yang melemah. Risiko deindustrialisasi dini juga meningkat, sementara daya saing masih terbebani biaya logistik, energi, suku bunga, dan birokrasi.

APINDO juga menegaskan pentingnya menjaga kebijakan upah 2026 agar berbasis data, mempertahankan daya saing industri, dan menciptakan lapangan kerja sesuai ketentuan PP 36/2021 jo. PP 51/2023 serta putusan Mahkamah Konstitusi.

Dalam Outlook 2026, APINDO mengidentifikasi sejumlah agenda strategis, termasuk percepatan transformasi ekonomi berbasis hilirisasi, integrasi klaster industri, peningkatan riset, penguatan UMKM, serta percepatan investasi energi baru terbarukan. APINDO juga menekankan pentingnya pengawalan program prioritas pemerintah, seperti transisi digital–hijau, program 3 juta rumah, serta perluasan pemagangan nasional.

Regulasi dan kebijakan ketenagakerjaan juga dinilai perlu direformasi dengan fokus pada penurunan biaya ekonomi dan peningkatan pekerjaan formal. Selain itu, penguatan daya saing SDM melalui link and match pendidikan dan kebutuhan industri harus dipercepat.

APINDO menegaskan enam prasyarat penting untuk mencapai pertumbuhan 2026 yang inklusif, kompetitif, dan berkelanjutan. Keenamnya meliputi penciptaan lapangan kerja berkualitas, sinkronisasi kebijakan fiskal–moneter, efisiensi biaya usaha, peningkatan produktivitas SDM, pemberdayaan UMKM dalam rantai pasok industri, serta kontinuitas partisipasi aktif dunia usaha.

“Dengan semangat Indonesia Incorporated, kolaborasi erat antara pemerintah, dunia usaha, dan seluruh pemangku kepentingan merupakan prasyarat utama untuk memastikan perekonomian Indonesia mampu memasuki fase take-off dan bergerak menuju visi Indonesia Emas 2045,” tutup Shinta.

pasang iklan di sini