Kelapa sawit merupakan komoditas strategis yang telah menyerap 16,2 juta tenaga kerja dan turut berkontribusi dalam pertumbuhan ekonomi nasional. Untuk itu sejak 2019 yelah digulirkan rencana aksi nasional dalam melestarikan kelapa sawit.
Sebagai negara dengan lahan perkebunan kelapa sawit terluas di dunia, Indonesia berkomitmen untuk menerapkan industri kelapa sawit berkelanjutan. Komitmen itu setidaknya ditegaskan sejak empat tahun silam dengan menerbitkan Inpres Nomor 6 tahun 2019 tentang Rencana Aksi Nasional Kelapa Sawit Berkelanjutan (RAN-KSB).
Dalam kebijakan tersebut, terdapat lima sasaran kegiatan untuk merealisasikan keberlanjutan kelapa sawit di Indonesia. Kelima sasaran dalam RAN KSB yakni peningkatan kapasitas dan kapabilitas pekebun; penyelesaian status dan legalisasi lahan; pemanfaatan kelapa sawit sebagai energi baru terbarukan; meningkatkan diplomasi untuk mencapai perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan; dan mempercepat tercapainya perkebunan kelapa sawit Indonesia yang berkelanjutan.
Dalam hal ini, Presiden telah menginstruksikan kepada 14 Kementerian/Lembaga dan para Gubernur dan Bupati/Walikota melaksanakan program kegiatan RAN-KSB 2019-2024. Selanjutnya, kepada para Gubernur diminta untuk menyusun Rencana Aksi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan di tingkat provinsi dan menerapkannya dalam berbagai kebijakan Pemerintah Provinsi terkait perkebunan kelapa sawit.
Sebelumnya, amanat pengelolaan perkebunan berkelanjutan sudah tertuang dalam UU 39/2014 tentang Perkebunan, dimana pengembangan perkebunan diselenggarakan secara berkelanjutan memperhatikan aspek ekonomi, sosial budaya dan ekologi.
Selain itu, UU 22/2019 tentang Sistem Budidaya Berkelanjutan, dimana tujuan pengembangan sistem budidaya berkelanjutan untuk meningkatkan dan memperluas penganekaragaman hasil pertanian, guna memenuhi kebutuhan pangan, sandang, papan, kesehatan, industri dalam negeri dan memperbesar ekspor.
Implementasi RAN-KSB salah satunya tercermin dari kinerja industri kelapa sawit. Data Kementerian Perekonomian mengungkapkan komposisi pengusahaan perkebunan kelapa sawit sebanyak 41% dikelola oleh masyarakat atau sekitar 6,72 juta hektar (ha).
Sementara yang dikelola oleh perusahaan sawit besar mencapai 53% atau seluas 8,68 juta ha. Kebun sawit yang dikelola perusahaan negara sekitar 6% dengan luasan mencapai 0,98 juta ha.
Dari sisi people yang merupakan salah satu pilar dalam implementasi SDGs, perkebunan kelapa sawit telah menyediakan lapangan kerja bagi 16,2 juta tenaga kerja di Indonesia. Dari jumlah tersebut, sebanyak 4,2 juta orang tenaga kerja langsung dan sekitar 12 juta tenaga kerja tidak langsung.
Pemerintah melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) berkomitmen untuk terus mengembangkan kompetensi SDM kelapa sawit. Program ini merupakan bagian dari strategi integrasi hulu-hilir dalam meningkatkan produktivitas dan keberlanjutan industri kelapa sawit.
Peningkatan kompetensi SDM sawit bertujuan untuk menggenjot pengetahuan, keterampilan, profesionalisme, kemandirian dan dedikasi pekebun, tenaga pendamping dan masyarakat perkebunan kelapa sawit lainnya. Programnya terbagi ke dalam empat fokus utama yaitu pelatihan, pendidikan, penyuluhan, serta pendampingan dan fasilitasi.
Sejak terbentuk pada 2015, hingga kini manfaat program-program BPDPKS telah dirasakan oleh 11.688 total SDM yang telah dilatih di 283 kelas pelatihan yang tersebar di 21 provinsi di Indonesia. Berbagai macam pelatihan tersebut telah dirasakan oleh 6969 petani dan 1760 masyarakat umum.
Di jalur akademis, program pengembangan SDM kelapa sawit telah bekerja sama dengan tujuh perguruan tinggi. Sebanyak 4.265 mahasiswa menerima beasiswa dan sekitar 2.330 alumni telah berhasil lulus dari program tersebut. Lulusannya tersebar di berbagai jenjang pendidikan tinggi mulai dari DI, D2, D3, D4 dan S1.
Selain menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang besar, kelapa sawit merupakan komoditas paling produktif dalam menghasilkan minyak nabati dibandingkan komoditas lain seperti kedelai dan bunga matahari.
Kelapa sawit dengan luas mencapai 16 juta ha di dunia, mampu menghasilkan 65 juta ton minyak sawit. Tingkat produktivitas kelapa sawit mencapai 4 ton/ha. Sehingga kontribusi kelapa sawit diprediksi rata-rata mencapai 42% dari total supply global minyak nabati nantinya.
Sementara lahan komoditas bunga matahari di dunia yang mencapai 25 juta ha, hanya menghasilkan sekitar 15,9 juta ton minyak bunga matahari, dengan tingkat produktivitas mencapai 0,6 ton/ha.
Minyak kanola yang di produksi dari lahan seluas 36 juta ha, hanya mampu menghasilkan sekitar 25,8 juta ton minyak kanola, dimana produktivitasnya sekitar 0,7 ton/ha. Untuk komoditas kedelai dengan lahan di dunia yang mencapai 122 juta ha, hanya menghasilkan produksi minyak kedelai sebanyak 45,8 juta ton, atau produktivitasnya mencapai 0,4 ton/ha.
Untuk meningkatkan produktivitas perkebunan sawit, pemerintah menyusun target peremajaan sawit rakyat (PSR) yang mencapai 180 ribu ha setiap tahunnya. Seperti pernah disampaikan oleh Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, PSR terus dilakukan secara merata di seluruh Indonesia.
Menurutnya Mentan, program PSR menjadi perhatian khusus Presiden dan Wakil Presiden dalam meningkatkan produktivitas. Terlebih perhatian pemerintah daerah dalam mengawal penanaman pohon baru di wilayahnya masing-masing. Kontribusi kelapa sawit selama ini ditopang dari luasan areal tutupan yang mencapai 16,38 juta hektar, dimana sekitar 6,9 juta hektar merupakan milik pekebun sawit rakyat.
Meski demikian, perkebunan sawit masih memiliki tantangan yang cukup besar seperti penggunaan agroinput yang belum maksimal. Pada sisi lain, produktivitas sawit nasional baru mencapai 3–4 ton per hektar atau setara dengan CPO. Hal ini dapat mengancam masa depan sawit rakyat Indonesia jika tidak dilakukan langkah komprehensif. Oleh karenanya, perlu melakukan perbaikan dari sektor hulu dengan mengganti tanaman tua atau yang sudah tidak produktif. Dengan meluasnya PSR diharapkan kesejahteraan petani swait juga dapat meningkat untuk mendukung pencapaian kelapa sawit berkelanjutan. (Kur).