Nekat memutuskan cuti kuliah dan membuka usaha dengan modal Rp150 ribu membuatnya perlahan bangkit, setelah bangkrut. Istri dan mertualah yang secara tidak langsung menyemangatinya.

SEPULUH tahun belakangan, warung baksonya mengalami pasang surut. “Awalnya nekat datang ke pasar nanya-nanya. Dulu itu modal awalnya Rp450 ribu. Alhamdulillah (berjalan) karena banyak perabotannya masih pinjem,” kata Indra. Dengan modal Rp450 ribu, Ia mulai memproduksi sendiri 2 kilogram bakso dan menjualnya. Di awal perjalanannya, prospek bisnis ini cukup bagus.
Modal awal yang Indra keluarkan dari keuntungan menjual pisang bakar. Saat permintaan pelanggan kian ramai dan akhirnya Indra memutuskan menyewa tempat untuk berjualan. Perkembangan di awal-awalnya terlihat bagus dan menjanjikan. Dia pun berani membuka cabang. Bukan satu-dua secara bertahap, melainkan 7 cabang hampir serentak. Belum siap dalam sistem pengelolaan menjadi permulaan masalah. “Usaha lagi bagus-bagusnya. Gak sempat satu tahun malah bangkrut. Dihitung-hitung, sebenarnya saya sudah lima kali bangkrut.” kata Indra.
Daripada nganggur, Indra banting setir menjadi pengemudi ojek online. Utang di bank Rp300 juta. “Sempat ngerasa nyerah karena motor dan semuanya udah dijual ada motor segala macem. Cibiran orang banyak banget. Saya sangat kasihan melihat orangtua ikut menanggung risiko yang saya ambil. Di kanan kiri tetangga ngomongin kami. Sebab, dulu sempet punya karyawan banyak kok sekarang tiba-tiba ngojek gitu,,,
Saya juga dikejar-kejar debt collector yang datang hampir setiap minggu. “Pada saat itu saya merasa sudah berada di titik yang paling rendah. Pertama, usaha udah enggak ada. Kedua, gak kerja, gak punya penghasilan. Sementara debt collector seminggu sekali pasti datang menagih cicilan pembayaran bank.” Total kerugian mungkin sekitar Rp300 juta.
Ide berjualan bakso ini datang mendadak. Berawal dari pedagang bakso di depan rumahnya sakit dan pulang kampung. Indra coba isi kekosongan itu. Ia cukup nekat memutuskan cuti kuliah dan mulai membuka usaha. Nyatanya ‘nyali’ bagus itu saja tak memadai untuk menggapai sukses. Menarik hikmah dari pengalaman tak sedap itu, ia berbenah dan menutup sisi-sisi lemah dalam praktiknya. Ia coba bangkit dari posisi benar-benar hampir dari nol. Melanjutkan usaha hanya dengan modal Rp150 ribu.
Adriansyah seakan terlecut menyaksikan ketulusan istri dan mertuanya. Mereka itulah motivator yang secara tidak langsung menyemangatinya. Sang istri bahkan rela menggadaikan cincin nikah mereka untuk modal usaha tersebut. Meski trauma, Indra merasa iba melihat istri yang lelah ke pasar dan berjualan bakso. Ia pun memutuskan mendukung penuh sang istri berjualan bakso.
Dukungan yang menentukan datang dari lingkungan keluarga terdekat. Uluran modal untuk melanjutkan usaha ini bersumber adik mama. Dia beli motor seken Rp14,5 juta. Belanja bahan itu Rp5 juta. Jadi (total) Rp19,5 juta. Dirasa tak efektif lagi untuk berjualan di motor, ia beralih berjualan bakso prasmanan di toko. Toko pertamanya ada di Jalan Roda, Bogor.
Perlahan tapi pasti, ketekunan dan jerih payahnya tak mengingkari hasil. Indra makin konsisten pada pilihan profesi ini. Kesungguhan, ketulusan dan kerja keras istrinya menghasilkan motivasi besar. Ia hanya memberikan sedikit sentuhan bisnis pada kemasan baksonya menjadi bakso prasmanan. Alhasil, Indra yang (pernah) jatuh karena bakso, kini ia tengah mendaki dengan omset ratusan juta juga bersama bakso. Omzetnya pada hari biasa Rp 12 juta sampai Rp16 juta. Kalau weekend antara Rp15 juta dan Rp20 juta. Itu untuk satu cabang saja.●