TANGERANG—-Tiga tahun lalu Wahid Budi utomo memutuskan untuk meninggalkan bangku kuliahnya di Fakultas Ekonomi Universitas Satyawacana, Salatiga. Dia memutuskan untuk membangun kampung halamannya, Dusun Sirap, Kabupaten Semarang.
Pemuda kelahiran 1998 menginovasi para petani kopi di desanya untuk tidak hanya sekadar menanam kopi, tetapi juga menjadikan produk berkualitas dan menjadikan dusun itu sebagai desa wisata.
Wahid juga mengajak karang taruna di dusunnya untuk terlibat. Dia mendatangkan pelatih dari Jakarta membina 40 petani kopi dan akhrinya biji kopi layaknya dipasarkan bersaing dengan produsen kopi lainnya.
“Kami bisa mendapatkan omzet antara Rp100 hingga Rp200 juta per bulan. Kami juga mengekspor kopi kami ke Korea dan Tiongkok dengan kapasitas 20 ton setahun,” ujar Wahid ketika ditemui Peluang di sebuah boot pameran di BCA Expoversary di ICE, BSD, Tangerang, Jumat (21/2/20).
Dari hasil penjualan kopi itu Dusun Sirap bisa membangun infrastruktur dan tidak ada lagi warga dari dusun yang berpenduduk sekitar 275 jiwa ini menganggur. Ke depannya, Wahid merencanakan akan mengembangkan homestay di desanya, yang saat ini baru 10.
Wahid juga mengatakan, lewat program charitynya, BCA membantu sarana rumah edukasi kopi dan mengajarkan bagaimana membuat biji kopi berkualitas. Wahid sendiri mengaku hanya sebagai juru bicara desanya.
Dia bersama seorang rekan sebayanya ikut dalam pameran BCA Exposervary ini bersama puluhan tenant dari koprorasi. Anak-anak milenial dari sebuah dusun ini berhasil mengangkat petani kopi yang tadinya biasa saja, naik kelas.
Sebagai catatan luas lahan kopi di Dusun Sirap sekitar 35 hektare dan per hektarnya ditanami 1.600 pohon kopi. Kopi Sirap dijual bekerja sama dengan eksportir di Jepang, Korea dan China. Selain itu, dijual pasar lokal di Salatiga dan penjualan daring (Irvan Sjafari).