Site icon Peluang News

Ampera, In Memoriam Lift Raksasa Palembang

Warga Palembang dan pelancong tak lagi menyaksikan aktivitas turun naik bagian tengah jembatan legendaris itu. Waktu efektif turun-naiknya yang terlalu lama itu makin tak kondusif bagi kelancaran arus lalu lintas di atas jembatan.

PALEMBANG itu kota tertua di Indonesia. Ini fakta yang mungkin tak banyak dikenali. Palembang sudah menjadi sebuah kota sejak 1337 tahun silam. Kota asal makanan khas pempek ini didirikan pada 16 Juni 682 Masehi, seperti tertulis di Prasasti Kedukan Bukit. Saat ini, luas wilayah kota ini 358,55 km², dihuni 1.573.898 jiwa (2018), dengan kepadatan penduduk 4.800 per km². Palembang diprediksi berpenghuni 2,5 juta orang pada tahun 2030.

Bersinar di malam hari, Palembang dijuluki “Venice of the East”. Selain dikenal sebagai kota pempek, siapa pun tahu Jembatan Ampera merupakan ikon klasik kota ini. Jembatan Ampera juga dilengkapi dengan fungsi yang tidak dimiliki banyak jembatan di dunia pada masa itu: Bagian tengahnya dapat ditarik naik, mengandalkan sepasang bandul @500 ton di kedua menaranya, sehingga kapal-kapal (tinggi maksimum hingga 44,5 meter dan lebar 60 meter) dapat berlayar masuk ke perairan Sungai Musi melewati kolong Ampera.

Jembatan Ampera terbentang sepanjang 1.177 meter, lebar 22 meter, tinggi 11,5 meter di atas permukaan air, tinggi menara 63 meter dari tanah. Antar menara memiliki jarak sekitar 75 meter dan berat jembatan 944 ton. Nilainya US$4,5 juta, dengan kurs Rp200. Jembatan terpanjang di Asia Tenggara saat itu. Bagian tengahnya dapat diangkat, meski cukup memakan waktu. Kecepatan angkatnya sekitar 10 meter per menit, hingga perlu setengah jam untuk mengangkatnya secara penuh. Fungsi lift yang secara resmi dipakai sejak 1965 itu berhenti total tahun 1970.

Warga Palembang dan pelancong tak lagi menyaksikan aktivitas turun naik bagian tengah jembatan legendaris itu. Waktu efektif turun-naiknya yang terlalu lama itu makin tak kondusif bagi kelancaran arus lalu lintas di atas jembatan. Terlebih intensitas ke kedua arah melalui jembatan ikonik itu semakin tinggi. Pada tahun 1990, kedua bandul 500 ton di kedua menara jembatan ini diturunkan untuk menghindari jatuhnya pemberat yang kemungkinan besar dapat berdampak fatal.

Sebenarnya, gagasan pembangunan jembatan yang menghubungkan wilayah Seberang Ilir dan Seberang Ulu itu telah muncul sejak zaman Belanda, yakni pada 1906, semasa Gemeente. Mencuat kembali 1924, saat Palembang dipimpin Cocq De Ville. Setelah kemerdekaan, elite lokal di Palembang kompak untuk membangun jembatan di atas Sungai Musi. Tokoh-tokoh seperti Harun Sohar, H.A. Bastari, M. Ali Amin dan Indra Jaya melobi Soekarno. Presiden RI menyambutnya antusias.

Gagasan membangun jembatan termasuk ‘nekat’. Sebab, anggaran yang dimiliki Pemkot Palembang saat itu hanya Rp30.000 (sekitar US$6 juta, dengan kurs Rp200). Berkat lobi pemerintah pusat yang sukses (dengan pihak Jepang), Jembatan Ampera dibangun tahun 1962 oleh perusahaan asal Jepang. Dari mana dananya? Pampasan perang dari Jepang senilai ¥2,5 miliar. Karena kalah dalam Perang Dunia II, Jepang dinyatakan berhutang US$223,08 juta kepada Indonesia (kini setara US$1,8 miliar/Rp20 triliun), yang dicairkan secara berkala selama 12 tahun sejak 1959.

Tidak semua orang Palembang yang lahir di atas tahun 1967 tahu bahwa Jembatan Ampera itu di masa-masa awal pernah dinamai “Jembatan Soekarno”. Hal tersebut respek masyarakat ‘wong kito galo’ atas perhatioan dan kepedulian Soekarno yang begitu besar untuk merealisasikan jembatan tersebut. Nama Jembatan Ampera—singkatan dari Amanat Penderitaan Rakyat, isu yang kerap dipidatokan Bung Karno—mulai popular pada 1967, seiring dengan lengsernya rezim Soekarno.

Sejak berdiri, tak terhitung entah sudah berapa kali pasak Jembatan Ampera terhantam 0leh kapal tongkang pengangkut batu bara. Belum lagi kasus-kasus pencurian rangka besi dan onderdil mesin menara jembatan oleh orang-orang tidak bertanggunjawab semasa resesi ekonomi. Pada tahun 1981, Jembatan Ampera menjalani renovasi besar-besaran hingga menelan biaya Rp850 juta.

Seusai renovasi sekitar tahun 2007, Jembatan Ampera diperkirakan masih akan kuat selama 50 tahun ke depan.Pada era Walikota Edy Santana, Ampera dipercantik dengan pemasangan lampu hias dan lampu taman. Hingga saat ini, Jembatan Ampera tercatat berganti warna cat hingga dua kali, yaitu pada tahun 1992 dari abu-abu menjadi kuning, tahun 2002 dari kuning menjadi merah. Menyambut Asian Games 2018, Jembatan Ampera dipercantik dengan penambahan lampu hias dan bangku taman.

Di luar cerita jembatan, Palembang memiliki sebuah ikon lain yang hampir-hampir tak terpublikasikan. Di Kota Palembang inilah terdapat Al-Qur’an berukuran terbesar di dunia. Al-Qur’an itu disebut Al-Qur’an Al Akbar, berukuran 177 x 140 x 2,5 centimeter dan tebal keseluruhan beserta sampul sekitar 9 centimeter. Terkait dengan ini, patut pula disebut peninggalan penting dari proses syiar agama Islam di Kota Palembang oleh Laksamana Cheng Ho, yakni Masjid Cheng Ho, yang berdiri kokoh di daerah Jakabaring.●(dd)

Exit mobile version