hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza

Alat Radiografi Sinar X Karya Anak Bangsa Resmi Diproduksi

YOGYAKARTA-—Madeena, alat Radiografi Sinar-x Flourens Digital (RSFD) karya anak bangsa bernama Dr Gede Bayu Suparta akhirnya diresmikan di pabrik meubel, Jumat (8/11/19).

Perjuangan untuk bisa diproduksi bagi eneliti dari Departemen FMIPA Universitas Gajah Mada ini menempuh jalan panjang. Dia melakukan risetnya sejak 1989 merangkai pikiran dan memperoleh hak paten pada 2005 dan sertfikasi hak paten pada 2009. Justru CV Prestige, yang bergerak di bidang pembuatan perabot dan bukan alat kesehatan yang mau memproduksi.

Kinerja teknologi RSFD yang diciptakan Bayu ternyata sama dengan kinerja teknologi Direct Digital Radiography (DDR) yang menggunakan flat detektor atau disebut juga Radiografi Flat Detektor (RFD).

Fasilitas DDR atau FDR sebetulnya diinginkan leh semua rumah sakit di Indonesia, namun kerap terbentur harga piranti yang diimpor dari luar negeri sangat mahal. Akhirnya hanya sebagian rumah sakit memiliki.

“Keinginan saya membuat Madeena karena melihat biaya yang dibiayar pasien menjadi tinggi, inilah yang mendorong saya membuat alat yang kualitasnya baik, tetap artistik,” ujar Bayu seperti dilansir Kedaulatan Rakyat.

Alat yang dibangun dengan harga sekira Rp 1,2 miliar tersebut disebut lebih mudah diakses oleh rumah sakit bahkan fasilitas kesehatan tingkat I. Dampak positifnya, ketika biaya lebih bisa ditekan maka masyarakat yang harus mendapatkan layanan rontgen bisa cepat diambil tindakan dan memiminalisir resiko yang harus dihadapi.

“Harapan saya, alat ini bisa dimiliki rumah sakit kecil di daerah atau fasilitas kesehatan agar penanganan pasien bisa maksimal,” ucap Bayu.

Alat yang kemudian diberinama Madeena kependekan dari Made in Indonesia tersebut bisa diakses secara real time tanpa harus menunggu cetakan manual film seperti alat rongten konvensional lainnya. Dengan dukungan teknologi komputerisasi, Madeena diklaim bisa diakses dokter terkait yang tak harus berada di lokasi Radiologi. 

“Hitung saja biaya film Rp60 ribu, otomatis bisa terpangkas. Belum lagi kecepatan tindakan karena hasil foto bisa diakses dari jarak jauh dan dokter yang berkewenangan bisa menyarankan tindakan dengan segera,” ujar dia.

Dr Bayu berharap, alat yang kini sudah bisa diproduksi ini bisa digunakan di seluruh wilayah Indonesia mulai dari klinik tingkat pertama dan nantinya terdata dalam pusat data pemerintah.

Sebagai catatan, Bayu pernah meraih penghargaan sebagai inovator teknologi dari Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) pada 2015.

pasang iklan di sini