Peluang News, Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi menerbitkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 11 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan OJK Nomor 18/POJK.03/2017 tentang Pelaporan dan Permintaan Informasi Debitur Melalui Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK), Jumat (9/8/202).
Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi, Aman Santosa menyampaikan, penerbitan ini dilakukan untuk memperkuat dan mengembangkan sektor jasa keuangan serta infrastruktur pasar keuangan di tanah air.
Dalam perubahan kedua pada POJK SLIK tersebut, Aman menyatakan, setidaknya terdapat lima jenis lembaga baru yang di antaranya yaitu Perusahaan Asuransi yang memasarkan produk asuransi kredit dan/atau suretyship, Perusahaan Asuransi Syariah yang memasarkan produk asuransi pembiayaan syariah dan/atau suretyship syariah, Perusahaan Penjaminan, Perusahaan Penjaminan Syariah, dan Penyelenggara Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI/Fintech Peer to Peer Lending).
“Jadi, semua lembaga baru yang ditambahkan sebagai pelapor ini harus mulai melaporkan informasi ke SLIK paling lambat satu tahun sejak POJK SLIK ini diundangkan,” ujar Aman di Jakarta, Jumat (9/8/2024).
Ia menjelaskan, jika sebelumnya pihak-pihak yang diwajibkan menjadi Pelapor SLIK tersebut hanya Bank Umum, Bank Perekonomian Rakyat, Bank Perekonomian Rakyat Syariah, Lembaga Pembiayaan yang memberikan Fasilitas Penyediaan Dana, Perusahaan Efek yang menjalankan kegiatan usaha sebagai perantara pedagang efek, Lembaga Pendanaan Efek.
Serta Lembaga Jasa Keuangan (LJK) lainnya yang memberikan Fasilitas Penyediaan Dana, termasuk lembaga pembiayaan ekspor Indonesia, pergadaian, perusahaan pembiayaan sekunder perumahan, koperasi, usaha kecil, dan menengah serta LJK yang diwajibkan menjadi Pelapor sesuai dengan Peraturan OJK.
Maka dengan adanya penambahan pihak-pihak baru dalam pelaporan SLIK ini informasi-informasi terkait debitur diharapkan dapat lebih baik dan komprehensif.
“Apalagi, hal ini akan mendukung industri jasa keuangan dalam manajemen risiko kredit atau pembiayaan serta risiko asuransi atau penjaminan, sekaligus memperkuat kegiatan usaha di sektor LJK,” jelas Aman.
“Oleh karena itu, OJK berharap agar langkah ini akan meningkatkan transparansi dan efisiensi dalam pengelolaan risiko keuangan, serta mendukung stabilitas dan perkembangan pasar keuangan di Indonesia,” imbuhnya.