hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza

Akademisi Tekankan Urgensi Lembaga Pengawas Koperasi Dalam RUU Perkoperasian

Akademisi Tekankan Urgensi Lembaga Pengawas Koperasi Dalam RUU Perkoperasian/Dok. KemenKopUKM

Peluang news, Jakarta – Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) menilai bahwa keberadaan Lembaga Pengawas Simpan Pinjam Koperasi sangat penting dan mendesak untuk membangun ekosistem yang sehat dan kuat di masyarakat.

Oleh karena itu, KemenkopUKM bekerja sama dengan Fakultas Hukum Universitas Andalas (Unand) berdiskusi tentang peran Lembaga Pengawas Koperasi (LPK) agar dapat meningkatkan efektivitas pengawasan usaha simpan pinjam koperasi di tanah air.

Mengenai hal itu, Dosen Pascasarjana Fakultas Hukum Unand, Rembrandt menyampaikan, kehadiran LPK akan meningkatkan efektivitas pengawasan usaha simpan pinjam koperasi.

Selain itu, ia juga melihat pembentukan LPK dapat memperkokoh sistem pengawasan dengan mengonsolidasi penyelenggaraan pengawasan pada satu lembaga khusus.

“Ini sangat penting dan mendesak untuk membangun industri simpan pinjam koperasi yang sehat dan kuat di masyarakat,” ujar Rembrandt dalam keterangannya, Sabtu (23/12/2023).

“Dan itu sudah dilakukan di negara-negara maju sebuah lembaga pengawas khusus seperti di AS yang dilakukan NCUA atau National Credit Union Administration yang sudah berdiri sejak 1934,” sambungnya.

Menurut Rembrandt, pembentukan LPK juga dapat menguatkan dari segi investasi.

“Sehingga kepercayaan yang ada bagi investor dengan adanya lembaga kontrol tentu menjadikan sebuah kenyamanan dalam berinvestasi,” ucapnya.

Senada dengan Rembrandt, Wetria Fauzi selaku dosen lainnya juga bersepakat atas pembentukan LPK yang dinilai harus dimasukkan ke dalam RUU Perkoperasian.

“Sangat urgen untuk dibentuk, berdasarkan alasan filosofis dan karakteristik badan hukum koperasi yang berbeda dengan badan hukum lainnya,” katanya.

Bahkan, lanjut Wetria, Undang-Undang Nomor 4/2023 tentang P2SK telah memposisikan usaha simpan pinjam koperasi sebagai bagian integral dari industri keuangan nasional.

Tak hanya itu, pergerakan koperasi sebagai tata laksana ekonomi rakyat juga perlu dilakukan pembinaan, pengawasan, dan pengaturan oleh lembaga pengawas simpan pinjam koperasi atau LPK.

“Jadi, pembentukan LPK itu pasti sesuai dengan prinsip kemanfaatan dan kepastian hukum,” ujarnya.

Wetria menyarankan agar menghapuskan aneka kewenangan sektoral di pemerintah daerah berkaitan perkoperasian.

Hal ini dikarenakan tugas ini dialihkan pada LPK, sehingga LPK dapat membuat regulasi dan kebijakan yang independen, tepat sasaran, cepat dan efisien.

Pada kesempatan yang sama, salah satu anggota Tim Perumus Naskah RUU Perkoperasian, Agung Nur Fajar menjelaskan, ada enam kewenangan yang akan dimiliki oleh LPK.

Adapun keenam kewenangan itu di antaranya yaitu kewenangan untuk memberikan perizinan dan mencabut perizinan koperasi, mengatur, mengawasi/memeriksa, menjatuhkan sanksi, melakukan penyidikan, hingga memberikan perlindungan kepada anggota koperasi dan masyarakat.

Namun, Agung mengatakan, kehadiran LPK tidak akan berarti apabila Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Koperasi tak kunjung hadir.

“Tanpa LPS Koperasi, saya misalnya sebagai pengawas, tidak akan berani membubarkan dan mencabut izin koperasi bermasalah. Karena itu menyangkut nasib dana anggota yang ada di koperasi,” pungkasnya. (OL-1)

pasang iklan di sini