JAKARTA—-Ketua Asosiasi Industri Perangkat Telematika Indonesia (AIPTI) Ali Soebroto menyambut baik kebijakan yang dilakukan tiga kementerian untuk mengeluarkan regulasi terkait validasi (pengendalian) IMEI.
“Validasi IMEI akan menghentikan penjualan ponsel ilegal dari pasar gelap (black market), karena menggunakan sistem kontrol elektronik.,” ujar Ali ketika dihubungi Peluang, Sabtu (3/8/19).
Cara lain seperti pencegahan ponsel ilegal dari pengendalian fisik yang diperankan oleh Ditjen Bea dan Cukai hanya bisa dijamin untuk importasi melalui pelabuhan laut maupun udara, temuan yang ada melalui perahu dan kapal cepat diluar pelabuhan.
Sementara dari pengendalian adminstrasi yang diperani oleh Kementerian Perdagangan mengalami kendala karena pada umumnya produk ponsel ilegal ini tidak didisplay atau dijual secara sembunyi.
“Pengendalian Elektronik dgn IMEI akan sangat efektif, karena sistem akan menolak ponsel yang tidak terdaftar nomer IMEI-nya,” kata dia lagi.
Lanjut Ali, kontrol IMEI bisa dianalogikan dengan pengendalian lalu lintas dengan CCTV, di mana tidak ada satu kendaraan yang bisa lolos dari pelanggaran.
Hanya saja ada satu risiko pengendalian elektronik dengan IMEI umtuk ponsel ber-Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang diekspor kemudian diimpor kembali. Apabila terjadi tanpa memenuhi kewajiban pajaknya, maka ponsel ini tidak bisa dideteksi sebagai ponsel ilegal lagi, karena IMEI-nya sdh terdaftar dan persyaratan TKDN-nya sudah terpenuhi.
“Cara mengatasi risiko ini, adalah pemerintah mewajibkan eksporter melaporkan nomer IMEI-nya untuk dikarantina. Apabila ponsel tersebut masuk kembali pasar Indonesia, harus dipenuhi kewajiban pajaknya baru bisa lepas dari karantina,” usul Ali.
Penyebab Ponsel Ilegal Jadi Murah
Selain Ponsel BM bisa lebih murah karena tidak membayar Pajak PPN dan Pph-22, ada hal lain mengapa ada yang tergiur menyelundupkan ponsel ilegal dari negeri jiran ke Indonesia.
Ali Soebroto mengungkapkan penjualan ponsel di Singapora menggunakan Plan (kontrak) karena konsumen hanya menggunakan satu operator tetap (tidak berganti operator) dan penggunaan komunikasi hampir rata tiap bulannya. Itu sebabnya harga ponsel cerdas di sana, seperti i-Phone bisa jauh lebih murah,.
Hal ini juga dibenarkan pengamat bisnis ponsel Lucky Sebastian yang menyebutkan selisih harga ponsel di Singapura dengan Indonesia bisa mencapai Rp1,5 juta hingga Rp4 juta. Penjual ponsel ilegal membeli dua perangkat dilepas dari kotaknya hingga lolos dari pemeriksaan Bea Cukai karena dianggap milik sendiri.
“Bila dihitung dengan biaya tiket pesawat bisnis dan selisih harga yang jauh, si penjual bisa meraup keuntungan jutaan rupiah sekali berpergian. Tentunya tidak bisa sering-sering, tetapi kalau sebulan dua atau tiga kali saja keuntungan besar,” ungkap Lucky (Irvan Sjafari).