JAKARTA—Ketua Pusat Kajian Anti Korupsi Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada Dr. Oce Madril, S.H, M.A mengatakan Anggaran Dasar Dewan Koperasi Indonesia (AD Dekopin) harus mendapat pengesahan pemerintah atau memenuhi azas deklaratif.
Dengan demikian, tanpa ada unsur deklaratif itu, AD Dekopin dan produknya dapat dinyatakan tidak sah.
Pendapat ahli hukum itu dikemukakan saat menyampaikan padangannya sebagai saksi ahli pada sidang gugatan di PTUN Jakarta atas Legal Opinion Dirjen PP Kementerian Hukum dan HAM, Kamis (4/12/20).
Lebih lanjut dia tegaskan, pengesahan anggota (konstitutif) tidak cukup, karena pasal 59 UU No.25/1992 tentang Koperasi tegas menyebutkan pengesahan pemerintah (deklaratif) sebagai persyaratan sah tidaknya AD Dekopin.
Pandangan Oce ini memperkuat bantahan kuasa hukum Dirjen PP, bahwa Nurdin Halid tidak mempunyai legal standing untuk mewakili Dekopin, karena dia dipilih berdasarkan Anggaran Dasar yang belum memenuhi asas deklaratif sebagaimana maksud pasal 59 UU No.25/1992 tentang Perkoperasian.
Pandangan senada dikemukakan Dr. Jimmy Z Usfunan yang tampil sebagai saksi ahli lainnya dalam sidang yang sama memperkuat bahwa, tidak ada tafsir lain tentang bunyi pasal 59 UU No.25/1992, bahwa Dekopin sebagaimana dimaksud UU ini harus disahkan oleh pemerintah. Maka, bila AD tidak disahkan pemerintah maka Dekopin juga tidak sah atau bukan Dekopin.
“Dengan demikian AD Dekopin harus disahkan oleh pemerintah baru dapat diberlakukan. Kalau belum disahkan maka produknya pun belum sah,” ucap staf pengajar Universitas Udayana Bali ini.
LO Bukan Obyek PTUN
Selain soal pengesahan pemerintah, Legal Opinion Dirjen PP tidak memenuhi syarat untuk digugat di PTUN, karena Legal Opinion (LO) adalah bukan Keputusan yang sifatnya final.
“Artinya, LO masih memerlukan keputusan lain untuk mengikat atau berakibat hukum,” ujar Oce.
Dia menolak anggapan bahwa LO harus diatur dan dikanalisasi pada lembaga atau instansi tertentu dengan mekanisme yang diatur dalam UU, karena akan menimbulkan kekacauan hukum. Menurut Oce, LO adalah manifestasi dari konstitusi UUD 1945 pasal 28 tentang kebebasan berpendapat.
Mengkanalisasi pendapat hukum dengan aturan akan berakibat fatal bagi hukum itu sendiri. Karena bisa jadi, buku-buku hukum yang merupakan pendapat hukum para ahli hukum di kampus-kampus juga dapat diadili.
Melawan opini hukum tentu saja dengan opini hukum pula, bukan membawanya ke pengadilan TUN sebagai obyek gugatan di PTUN ujar kedua saksi ahli itu.
Karena itu, baik Oce Madril maupun Jimmy Z Usfunan sepakat bahwa LO tidak bisa diadili di PTUN karena tidak memenuhi unsur sebagai Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) yang final. Dan LO adalah manifestasi kebebasan berpendapat bukan KTUN.








