hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza

31 Dari 35 Taksi Reguler Game Over

HANYA tersisa empat perusahaan taksi besar yang masih hidup. Yakni Blue Bird, Express, Gamya, dan Taksiku. Kebangkrutan perusahaan taksi reguler berbuntut sekitar 32 ribu orang menganggur atau alih profesi dari pengemudi ke kelas profesi lebih rendah.   

Peraturan Menteri No. 26/2017 tentang Angkutan Sewa Khusus menjadi awal kehancuran transportasi massal Indonesia. “Perusahaan aplikasi taksi online yang notabene perusahaan asing mengubah dan menghancurkan (taksi reguler),” kata praktisi transportasi dari Unika, Soegijapranata Djoko Setijowarno.

“Permen tentang angkutan sewa khusus bukan membina, melainkan membinasakan angkutan umum Indonesia. Itu sudah terbukti,” ujar Padahal, taksi online menipu konsumen dengan kemudahan tapi tidak berkeselamatan dan tarif lebih mahal.

Pihak Badan Pengelola Trans Jabodetabek (BPTJ) menyatakan telah memberi kuota 13.000 angkutan sewa khusus (online dan offline) tanpa rekomendasi Organisasi Angkutan Darat (Organda). Kuota itu tidak dihitung sesuai persentase taksi reguler di DKI Jakarta.

“Kami tanya formulasi yang mereka tetapkan kuota itu dari mana? BPTJ seharusnya menetapkan kuota taksi online 10-15 persen dari taksi reguler,” kata Ketua DPD Organda, Shafruhan Sinungan. Dari data 2014, jumlah taksi reguler 25 ribu. Jumlah itu anjlok hingga 63 persen. Awal 2017 jadi hanya sekitar 9.300 unit. Sebanyak 15.700 taksi tidak beroperasi, 31 perusahaan bangkrut.

Pemprov DKI Jakarta tanpa upaya menegur atau membina, malah memfasilitasi. “Otomatis taksi (reguler) gulung tikar ditinggalkan konsumen,” katanya. “Saya juga kurang mengerti, kenapa dianggap industri kreatif sehingga harus dituruti,” kata dia. Di antaranya, Presiden Taksi, Buana Metropolitan, Sri Medali, Royal, Ratax, Panorama, Kosti Jaya, Koptajasa.●

pasang iklan di sini