
Peluang News, Jakarta – Dalam rangka memperingati 26 tahun reformasi, Amnesty International Indonesia menyampaikan, pihaknya menilai bahwa kebebasan sipil yang diperjuangkan oleh para mahasiswa dan masyarakat saat ini kian terancam.
Padahal, menurut Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, peringatan reformasi yang ke 26 tahun ini merupakan sebuah tonggak penting dalam perkembangan sejarah di tanah air.
“Namun, sayangnya kebebasan sipil yang diperjuangkan para mahasiswa dan masyarakat 26 tahun lalu kini kian terancam. Hal-hal yang diperjuangkan dalam reformasi seperti penegakan supremasi hukum, kebebasan berpendapat, kemerdekaan pers, dan penghormatan HAM, termasuk pengusutan kasus-kasus pelanggaran berat, kini terasa kian jauh dari jangkauan,” kata Usman dalam keterangan yang diterima Peluang News, Rabu (22/5/2024).
Ia menyebut, saat ini reformasi seolah-olah kerap diputarbalikkan, seperti alih-alih menjamin hak untuk mengkritik dan mengontrol kebijakan, negara malah justru menyempitkan ruang sipil dan mengabaikan cita-cita reformasi.
“Bahkan, cara-cara represif yang lazim terjadi di Orde Baru seperti intimidasi dan serangan atas hak berpendapat, berekspresi, dan berkumpul masih terjadi hingga kini,” ucpanya.
Ia menjelaskan, hal ini dibuktikan dengan adanya sekelompok massa bernama Patriot Garuda Nusantara (PGN) yang menyerang dan membubarkan diskusi publik Forum Air Rakyat (PWF) yang digelar di Denpasar, Bali, pada pada Senin (20/5/2024).
Usman mengungkapkan, berdasarian video yang diperoleh Amnesty, massa diketahui memaksa masuk dan membubarkan diskusi yang dituding sebagai “forum tandingan” World Water Forum yang digelar di Nusa Dua.
Massa yang menuding panitia diskusi “melanggar imbauan Penjabat Gubernur Bali” lalu merobek dan merampas atribut acara dan melakukan kekerasan kepada peserta forum.
Kemudian, massa PGN yang sebelumnya juga telah beberapa kali datang dan meminta pembatalan PWF 2024.
Padahal, PWF 2024 adalah forum masyarakat yang ditujukan sebagai ruang untuk mengawasi privatisasi air dan mendorong pengelolaan air untuk kesejahteraan rakyat.
Menurut Usman, hal ini merupakan salah satu bukti bahwa negara tidak terlihat serius dalam menjamin kebebasan.
“Oleh karena itu, Amnesty International Indonesia mendesak Pemerintah untuk segera menghentikan intimidasi dan kekerasan selama PWF 2024. Negara harus menjamin hak warga untuk berkumpul tanpa tekanan,” ujarnya.
Lebih lanjut, Usman juga menyoroti mengenai upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk membungkam pers melalui Rancangan Undang-Undang atau RUU Penyiaran.
Upaya pembungkaman kebebasan pers seperti ini merupakan upaya yang dapat mengkebiri kebebasan pers melalui Revisi Undang-undang (RUU) Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.
“Beberapa bagian draf RUU Penyiaran justru berpotensi melanggar kebebasan pers dan hak publik atas informasi. Contohnya, Pasal 50B ayat (2) yang melarang penayangan eksklusif jurnalistik investigasi, konten terkait LGBT+, konten terkait berita bohong, fitnah, hingga penghinaan dan pencemaran nama baik,” ungkap Usman.
“Ini semuanya bisa melanggar kebebasan pers dan melanggar HAM. Negara seharusnya menjamin pers yang independen, bukan dengan melarang informasi dari pers dan publik,” imbuhnya.
Tak hanya itu, ia menambahkan, Amnesty International Indonesia juga menilai bahwa negara tampaknya masih tak serius untuk mengusut berbagai kasus pelanggaran HAM berat.
Hal ini ditunjukkan dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang di bulan-bulan akhir masa pemerintahannya saat ini masih gagal memenuhi janji-janjinya untuk mengusut pelanggaran-pelanggaran HAM berat, termasuk belasan kasus yang diakuinya pada 2023 lalu.