hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza

2020, Kenaikan Cukai Rokok dan UMK Bebani Produsen Rokok Padat Karya

MALANG—-Kenaikan tarif cukai hasil tembakau pada awal 2020 sebagai realisasi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 152 tahun 2019 tentang tarif cukai hasil tembakau berdampak pada kenaikan harga rokok  pada semua jenis. 

Rokok Sigaret Putih Mesin (SPM) merupakan yang tertinggi kenaikan cukainya, yaitu golongan I dari Rp625 menjadi Rp740 per batang. Sementara untuk golongan II dari Rp370 menjadi Rp485, serta golongan III dari Rp355 menjadi Rp470, dengan prsentase kenaikan sebesar 26, 40 persen hingga 32, 39 persen.

Rokok sigaret kretek mesin untuk golongan satu  naik cukai per batangnya  dari Rp590 hingga Rp740 atau sebesar 25, 42 persen untuk golongan I, serta dari Rp385 hingga Rp470 untuk golongan dua atau sebesar 22, 08 persen.

Kenaikan cukup tinggi juga dikenakan pada Sigaret Tangan Filter per batangnya dari Rp590 ke Rp740.  Sementara sigaret kretek tangan golongan satu naik dari Rp365 hingga Rp425 per batang.

Sementara jenis produk tembakau seperti tembakau iris, rokok daun, sigaret kelembek kemenyan, dan cerutu tidak mengalami kenaikan tarif cukai.

Direktur Mitra Produksi Sigaret (MPS) KUD Sumber Makmur Ngantang, Budi Yuwono mengatakan, adanya kenaikan cukai tersebut pasti akan memberatkan produsen rokok, terutama produsen sigaret kretek tangan yang notabenenya adalah usaha padat karya.

Selain itu kenaikan harga cukai rokok juga bertepatan dengan diberlakukannya kenaikan Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK) secara nasional.  Hal hasil beban produksi yang ditanggung perusahaan rokok menjadi bertambah,

Kata Budi, MPS KUD Sumber Makmur ini merupakan industri pengolahan tembakau yang lebih mengutamakan padat karya yang terus berupaya membudidayakan rokok kretek guna melestarikan kebudayaan Indonesia. Jika ditahun 2020 nanti tarif cukai hasil tembakau dinaikkan, jelas akan menimbulkan polemik.

“Seharusnya pemerintah juga memikirkan kemampuan daya beli konsumen. Bagi kami yang tidak kalah penting adalah melindungi nasib karyawan supaya bisa tetap bekerja seperti saat ini,”  keluh Budi kepada awak media, Kamis (24/10/19).

Sementara itu, awal Oktober lalu Gabungan Persatuan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) menilai, kenaikan  cukai  rokok berpotensi mengurangi penjualan produk rokok sampai bahan baku seperti tembakau dan cengkeh hingga 15-30 persen.

Ketua GAPPRI Henry Najoan mengatakan, kenaikan cukai rokok akan sangat memberatkan para pelaku usaha di bidang tersebut.

“Kalau saya lihat masalah brand dan kenaikan cukai tujuannya untuk pembatasan konsumsi, menurut kami sungguh sangat memberatkan,” cetus Henry mengingatkan.

pasang iklan di sini