JAKARTA—Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menyampaikan industri fintech (lending) selama 2020 bersedia restrukturisasi para penerima pinjaman senilai Rp680,91 miliar.
Jumlah ini setara dengan 95,72 persen dari total nilai pembiayaan yang diajukan oleh para penerima pinjaman dan telah setujui pemberi pinjaman.
Deputi Direktur Pengaturan, Perizinan, dan Pengembangan Fintech OJK Munawar Kasan menjelaskan persentase persetujuan tersebut merupakan kerelaan mereka yang memberikan pinjaman.
Munawar menyatakan rasa syukurnya ada sekitar 302 ribu lebih peminjam yang mengajukan restrukturisasi dengan nilai pinjaman sebesar Rp711,65 miliar.
“Realisasinya itu sebesar 95,72 persen. Data itu yang kami peroleh dari AFPI atas survei terakhir per akhir Desember 2020,” ucap Munawar kepada wartawan, Kamis (18/2/21).
Lanut dia, ada perbedaan mendasar antara restrturisasi yang dilakukan industri fintceh dengan perbankan atau multifinance.
Perbankan biasanya langsung melakukan penilaian atas portofolio yang membutuhkan restrukturisasi. Sementara pihak fintech lending hanya berperan memfasilitasi pengajuan restrukturisasi dari peminjam kemudian disetujui pemberi peminjam.
Upaya ini merupakan upaya industri fintech menjalankan perannya mendukung program pemulihan ekonomi nasional (PEN). Sepanjang 2020, fintech lending telah menyalurkan pembiayaan sebesar Rp262,16 miliar.
Munawar menuturkan, hingga akhir 2020 senilai Rp262,16 miliar, ada 48.629 rekening pinjaman penyaluran PEN. Tentunya adalah fintech p2p lending resmi di bawah pengawasan OJK.
Sejalan dengan target penerima dana PEN, menurutnya, fintech lending telah memiliki banyak data masyarakat ataupun usaha kecil yang memang terdampak pandemi Covid-19.
Dia mencatat segmen garapan fintech lending bisa diakses masyarakat kecil yang belum terjamah bank atau belum terlayani jasa keuangan lainnya.
Meskipun demikian fintech lending dihadapkan dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang negatif 2,07 persen pada akhir 2020.
Pada saat yang sama, pembiayaan fintech lending juga tumbuh melambat 26,27 persen (yoy) menjadi Rp74,41 triliun, padahal pada tahun-tahun sebelumnya pembiayaan mampu tumbuh di atas dua kali lipat.
“Dari sisi pertumbuhan memang menurun, tapi ini pertumbuhan yang cukup tinggi jika dibandingkan pertumbuhan-pertumbuhan industri atau pertumbuhan ekonomi,” pungkasnya.