JAKARTA—Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merilis kredit macet (Non Peforming Loan (NPL) pada industri financial technology (fintech) peer-to-peer (P2P) lending pada Desember 2019 mencapai 3,65%.
Angka ini meningkat dibanding Desember 2018 yang hanya 1,45 persen. Menanggapi hal ini Kepala Bidang Kelembagaan dan Humas ASosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Tumbur Pardede menyatakan hal yang wajar.
“Industri fintech P2P lending sedang tumbuh pesat. Pada saat seperti ini NPL akan cenderung naik ketika ada penambahan jumlah penyaluran, jumlah borrower serta penetrasi daerah baru,” kata Tumbur di Jakarta, Rabu (5/2/20).
Jumlah ini, kata dia masih aman. Jadi jangan dibandingkan industri keuangan lainnya seperti perbankan. Bila dibandingkan memang NPL fintech P2P lending tampak lebih tinggi.
Lagipula sejak tiga tahun terakhir beroperasi industri fintech P2P lending tidak memiliki perangkat yang bisa digunakan untuk mengukur risiko.
Lanjut dia pihaknya hanya menggunakan alternatif data, ditambah tidak ada jaminan saat memberi pinjaman karena melayani yang unbank dan unserved.
“Artinya kami bermain dirisiko tinggi,” kata Tumbur
menegaskan.
AFPI akan terus melakukan pemantauan terhadap tingkat NPL. Setiap platform pasti memiliki
strategi agar NPL tidak tinggi. Hal itu
juga akan berimbas pada kepercayaan lender
atau pemberi pinjaman.
Tingkat NPL yang baru mencapai 3,65 persen menjadi gambaran bahwa penetrasi platform P2P lending
masih terpusat di Pulau Jawa.
“Hitungan kami potensi penetrasi ke daerah baru masih sangat terbuka lebar,” pungkas dia.