Pada hari itu rezim Orde Baru dinilai takluk terhadap gejolak perekonomian. Soeharto akhirnya menyerah dan minta bantuan IMF, setelah perekonomian Indonesia dihajar krisis parah yang membuat keuangan negara berdarah-darah.
Pada hari itu, sebuah foto memperlihatkan Soeharto menunduk sembari membubuhkan tanda tangan di dokumen Letter of Intent (LoI). Di sampingnya, tampak Michel Camdessus si Direktur IMF berdiri sambil bersedekap tangan. Usai membubuhkan tanda tangan, Soeharto kemudian memberikan pidato singkat. Demikian pula Camdessus memberikan pidato formalnya. Penandatanganan itu dilakukan di istana negara. Foto itu menjadi kontroversial karena dinilai merendahkan Presiden Indonesia.
Indonesia mengikuti keinginan IMF sejak 1 November 1997. Awalnya, 16 bank bermasalah dilikuidasi. Ini kemudian disusul dengan menaikkan suku bunga pinjaman bank hingga 75 persen. Akibat putusan ini, perekonomian Indonesia secara pelan tapi pasti segera memasuki era ‘kemandekan besar’. Para kreditur bank tak bisa membayar utangnya karena jumlahnya membengkak. Akibatnya bank tutup karena tak bisa memberikan pinjaman.
IMF mendesak Soeharto dengan memaksa dia membiarkan kurs rupiah terhadap dolar mengambang. Hal itu berimbas pada kurs rupiah terombang-ambing dan terus ‘terkerek’ naik, yang awalnya Rp2.400 per dolar AS hingga kemudian mencapai Rp17 ribu per dolar AS. Keinginan Soeharto untuk mematok kurs rupiah terhadap dolar ditolak mentah-mentah.